Total Tayangan Halaman

Rabu, 22 November 2017

Demokrasi Kebablasan



Salahkah Demokrasi
Penulis: Panji Anugerah
Ini adalah jalan yang kita pilih berat atau susahnya itu harus kita tanggungjawabi bersama. Demokrasi Hadir untuk memenuhi hak berbicara, hak tolak, hak jawab. Leluhur kita mengorbankan segalanya agar tegaknya Demokrasi Pancasila di Negri ini. Demokrasi sejatinya adalah penyeimbang antara suara-suara kaum elit dengan suara proletar. Bebas berbicara dalam demokrasi bukanlah bebas sebebas-bebasnya tapi ada batasan kebebasan tersebut yaitu Nurani.
Kita terkadang salah mengaplikasikan demokrasi, kita terlalu kebablasan. Demokrasi kita jadikan kambing hitam ketika argumentasi yang sedikit memojok, kita membela terkadang membela seperti orang yang terombang-ambing, mengambil peran dengan sesuka hati menghalalkan segala cara agar terlihat kita bukan salah.
Kita belum dewasa menyikapi demokrasi, Negara ini rawan konfil horizontal, agama dan etnis dijadikan peluru untuk menyerang kaum-kaum tertentu. Demokrasi dan HAM dijadikan dalih bagi golongan-golongan yang tersudutkan.
Memang benar kita Negara terbesar yang menggunakan Demokrasi sebagai pahamnya. Tapi kita belum dapat mengaplikasinnya dengan benar, Demokrasi kita masih salah.
Kita masih salah mengaplikasikan Demokrasi. Coba kita perhatikan, kita bangun tidur pagi hari telah melihat pertentangan di TV gara-gara demokrasi, kita berangkat ke kantor telah mendengar orang berdebat akibat demokrasi. Tidak pernah habisnya! Apakah Negara ini carut marut karena Demokrasi?
Kita belum dewasa menyikapi demokrasi. Ketika adanya pemilu di daerah-daerah yang tingkat kesenjangannya tinggi pasti akan rawan konflik horizontal. Penyebabnya sangat dasar karena tidak satu partai atau beda jagoan ketika pemilu. Itu apa penyebabnya? Penulis berasumsi Demokrasi akan berjalan lancar dan sehat ketika rakyat yang menjalankan Demokrasi tersebut telah mencukupi kebutuhannya sehari-hari.
Rawannya konflik pada pesta demokrasi itu dikarenakan para demokrator tidak menjalankan tugas dan fungsi demokrasi secara sehat. Penulis contohkan: di suatu daerah ada seorang pasangan calon sedang berkampanye, mereka membagikan uang Cuma-Cuma kepada rakyat yang menghadiri proses kampanyenya, dan kebetulan rakyat yang menghadiri itu adalah golongan-golongan yang untuk keperluan sehari-hari saja belum cukup. Dari sinilah timbul benih-benih peradaban demokrasi yang tidak sehat.
Ketika ilustrasi yang penulis sampaikan diatas tadi, berjalan dengan lancar, tanpa kita sadari secara tidak langsung mindset rakyat tersebut akan berubah secara fundamental. Jadi keesokan harinya jika ada paslon yang berkampanye tanpa mengiming-imingi angka-angka masyarakat akan enggan menghadiri. Permasalahan ini terus berlanjut dan menjadikan masyarakat memandang suatu kampanye adalah alat untuk mencari uang. Kandidat yang berkualitas akan kalah telak jika tidak mempunyai uang. Bagaimana jika paslon yang menghamburkan uang tersebut yang terpilih sebagai pemenang?
Permasalahan ini seakan beranak pinak yang menjadikan peradaban demokrasi menjadi sangat kotor. Bagaimana seorang pemimpin ingin mensejahterakan umatnya sementara tujuan untuk menjabat adalah mengembalikan uang yang habis terpakai ketika kampanye.
 Ini adalah kelemahan Demokrasi ketika kuantitas sangat berharga dibanding kualitas. Suara seseorang dalam prinsip demokrasi adalah Satu atau sama rata. Ketika ada seseorang memilih paslon karena melihat visi dan misi, bahkan telah ditelaah secara komprehensif  rekam jejak, dan bahkan telah di investigasi secara berbulan-bulan nilai suara tersebut akan tetap satu (1). Begitu juga dengan seseorang yang memilih karena di suap/ diberikan uang  suaranya akan tetap satu.
Demokrasi sangatlah tidak adil jika tidak dipergunakan secara sehat. Indonesia adalah Negara berkembang jika dikalkulasikan hampir 70% penghasilan penduduknya masih dibawah taraf standarisasi. Demokrasi akan berjalan sesuai hakikatnya jika masyarakat yang menjalankan demokrasi itu tidak memikirkan uang untuk makan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar