Total Tayangan Halaman

Selasa, 15 November 2016

Maaf Ibu, Tubuhku Telah Kujajakan



Maaf Ibu, Tubuhku telah kujajakan.
Penulis: Panji Anugerah

Senja Berlalu! dengan antusias mereka menyambut malam dengan senyum, hujan pada saat itu mengurungkan wajah mereka, wajar saja mereka takut dagangannya tidak laku.  Gemerlap-gemerlip lampu warna menyinari di setiap sudut ruangan. Para Konglomerat lagi berkumpul di sebuah meja yang berisikan kartu. Wanita penghibur sedang berdandan dikamarnya sebentar lagi mereka keluar untuk menggoda lelaki dompet tebal.  Salah atau dosanya perbuatan itu yang penting alasan mereka hanya satu untuk mencari uang dan membiayai hidup anak yang tak punya ayah. Tiap hari mereka begini tanpa ada rasa lelah seikhlas hati menjajakan tubuhnya ke si hidung belang demi dapat menyambung nafas. Malam buta yang dinginnya mencekik menusuk tubuh yang beralaskan gaun yang berkain tipis.
Musik yang terhentak memecah kesunyian malam, Wanita penghibur telah berserakan di semua sudut ruangan menjajakan dagangannya ke para lelaki tanpa terkecuali. Regukan Whisky memeriahkan malam ini, mengubur kepahitan hidup yang selalu terbit kala siang. Purnama Jelita namanya gadis yang baru berumur 20 tahun ini harus merasakan dinginnya malam setiap hari. Sayang jika melihat dia harus merelakan auratnya ke lelaki yang tak selayaknya atau belum waktunya untuk mendapatkan itu. dia selalu menangis jika disuruh ibu angkatnya untuk menemui si hidung belang. Berkata tak mampu, melawan tak sanggup apalagi untuk bertindak jauh dari kata realisasi. Mau tak mau ia harus  melayani, meladeni, memanjakan dengan penuh keikhlasan dan senyuman walau hati dan batinnya tercabik-cabik oleh itu. dia salah memilih jalan kala terpuruk 1 tahun silam, ketika seorang yang sangat ia cintai, wanita yang selalu ada disaat dia sedih, disaat ia terpuruk dan tempat ia memanjakan diri dan merasakan hangatnya surga hati telah meninggalkan ia untuk selamanya. Yah, Ibunda. Ibunda telah meninggalkan ia disaat ia sedang butuh-butuhnya untuk mendapatkan kasih sayang, nasihat, bimbingan akibat perkembangan zaman yang semakin gila. Dan sekarang ia harus melewati itu seorang diri tanpa ada tempat untuk bermanja, meminta pendapat, berbagi rasa saat sedih dan bahagia. Jauh sebelumnya tepat pada usia 10 tahun ia telah merasakan pahitnya di tinggalkan ketika Ayah tercinta harus dipanggil lebih dulu oleh Sang Pencipta.
Dia menikmati kesendiriannya di kamarnya yang sunyi dan harinya yang sepi bukti bisu tempat ia menumpahkan air mata tiap hari. Menangis, menangis dan menangis itulah yang di lakukan setiap harinya walau mungkin air mata tidak mampu untuk menetes lagi, perbuatan ini ia lakukan hingga 2 bulan, saat itu ia telah selesai melaksanakan pendidikan SMAnya. Hampa terasa hidup, mau bunuh diri terlalu cepat untuk menyelesaikan hidup, ia bingung mau ngapain, mau kemana, mau berbuat apa. Akhirnya ia memutuskan untuk pergi menjauh dengan harapan supaya tidak terbayang lagi wajah sang ibunda di setiap detik. Dia mencari suasana baru yang  tujuannya untuk menyembuhkan luka yang beberapa bulan ini ia derita.    
Hei, sayang ucap salah seorang sembari memeluk purnama, dengan reflek purnama melayangkan tangannya dengan heran dan tercengang lelaki itu menatap purnama yang mana perbuatan seperti itu tidak seharusnya didapatkan oleh seorang konsumen. Ada perdebatan kecil-kecilan setelah peristiwa itu tetapi pada akhirnya purnama minta maaf karena harus profesional. Ia selalu melamun dan teringat wajah ibunda sebelum melayani hasrat bejat lekaki hidung belang. malam semakin mencekik dinginnya, purnama sedang bekerja dengan lelaki yang bukan muhrim, azan subuh menggema mengakhiri pekerjaan mereka malam itu.
Pagi pun tiba, Seluruh Wanita penghibur kembali ke kamar masing-masing menarik selimut dan berteman dengan mimpi tetapi tidak dengan purnama ia memasuki kamar dan tersedu-sedu dia ingat mendiang ibunya. Dia menyesal telah menjual murah harga dirinya, menjajakan tubuhnya kepada siapapun yang mau. Jika Ibu tau, aku ini sekarang jadi apa, ucapnya dalam hati yang menambah dalam perih hatinya. Aku benci dengan hidup, Aku benci semua kenapa aku harus begini, ucapnya lirih dengan penuh penyesalan.
***
Di halaman rumah Ayah, ibu dan anaknya bermain bercanda gurau, riang tidak ada beban kesedihan di situ. Keluarga yang sangat tentram ditambah anaknya yang begitu Sholehah. Hampir Setiap maghrib dan Shubuh keluarga kecil ini Sholat dan mengaji bersama. Maklum saja jika purnama sering menjadi contoh ibu-ibu untuk anaknya di sekitar rumah. Purnama yang Rajin, yang cantik yang Sholehah kamu itu udah menjadi panutan ibu-ibu dilingkungan kita jadi kamu tidak boleh besar hati ya nak, tetap seperti ini sampai kapanpun bahkan jka ibu telah di panggil DIA nantinya.
Umur masih 7 tahun tetapi telah lancar membaca Al-qur’an, luar biasa kamu ya nak ucap seorang Ibu disaat purnama berjalan selepas pulang kesekolah. Di sekolah ia sangat-sangat aktif dan tekun dalam pembelajaran, juara 1 selalu digenggam ketika menerima Rapor. Kasih sayang yang kental dari ayah dan ibu tak terlepas dari akhlak dan prestasi purnama. Purnama adalah anak tunggal mungkin karena ini juga kedua orangtuanya sepenuhnya mengontrol dan memberikan kasih sayang dan pendidikan yang berkualitas.      
   
***
            Ia ambil foto dari dompetnya yang mana foto ini satu-satunya kenangan dengan sang Ibunda. Ibu sayang, Ibu cantik, Ibu tenang disana yah walau beda dunia aku masih sangat menyayangi Ibu merindukan Ibu menghabiskan waktu bersama, Aku juga rindu ayah aku rindu masa kecilku bu, dimana ketika aku sedih aku bisa bersandar di pangkuanmu bu, Aku rindu ketika kita dihalaman menghabiskan sore, menikmati senja bersama-sama. Dan kini kita bertiga dipisahkan oleh rencana Tuhan yang mana itu lebih indah dari segalanya. Bu, ada yang perlu aku sampaikan maafkan aku bu yang tak bisa menjaga nasihat mu itu, aku ini wanita kotor bu, salam terperihku dari dunia yang kejam ini bu dan tolong sampaikan kepada ayah. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar