Maaf Ibu, Tubuhku telah kujajakan.
Penulis: Panji Anugerah
Senja Berlalu! dengan antusias mereka menyambut malam dengan
senyum, hujan pada saat itu mengurungkan wajah mereka, wajar saja mereka takut
dagangannya tidak laku. Gemerlap-gemerlip lampu warna menyinari di
setiap sudut ruangan. Para Konglomerat lagi berkumpul di sebuah meja yang
berisikan kartu. Wanita penghibur sedang berdandan dikamarnya sebentar lagi
mereka keluar untuk menggoda lelaki dompet tebal. Salah atau dosanya perbuatan itu yang penting
alasan mereka hanya satu untuk mencari uang dan membiayai hidup anak yang tak
punya ayah. Tiap hari mereka begini tanpa ada rasa lelah seikhlas hati
menjajakan tubuhnya ke si hidung belang demi dapat menyambung nafas. Malam buta
yang dinginnya mencekik menusuk tubuh yang beralaskan gaun yang berkain tipis.
Musik yang terhentak memecah kesunyian malam, Wanita penghibur
telah berserakan di semua sudut ruangan menjajakan dagangannya ke para lelaki
tanpa terkecuali. Regukan Whisky memeriahkan malam ini, mengubur kepahitan
hidup yang selalu terbit kala siang. Purnama Jelita namanya gadis yang baru
berumur 20 tahun ini harus merasakan dinginnya malam setiap hari. Sayang jika
melihat dia harus merelakan auratnya ke lelaki yang tak selayaknya atau belum
waktunya untuk mendapatkan itu. dia selalu menangis jika disuruh ibu angkatnya
untuk menemui si hidung belang. Berkata tak mampu, melawan tak sanggup apalagi
untuk bertindak jauh dari kata realisasi. Mau tak mau ia harus melayani, meladeni, memanjakan dengan penuh
keikhlasan dan senyuman walau hati dan batinnya tercabik-cabik oleh itu. dia
salah memilih jalan kala terpuruk 1 tahun silam, ketika seorang yang sangat ia
cintai, wanita yang selalu ada disaat dia sedih, disaat ia terpuruk dan tempat
ia memanjakan diri dan merasakan hangatnya surga hati telah meninggalkan ia
untuk selamanya. Yah, Ibunda. Ibunda telah meninggalkan ia disaat ia sedang
butuh-butuhnya untuk mendapatkan kasih sayang, nasihat, bimbingan akibat
perkembangan zaman yang semakin gila. Dan sekarang ia harus melewati itu
seorang diri tanpa ada tempat untuk bermanja, meminta pendapat, berbagi rasa
saat sedih dan bahagia. Jauh sebelumnya tepat pada usia 10 tahun ia telah
merasakan pahitnya di tinggalkan ketika Ayah tercinta harus dipanggil lebih
dulu oleh Sang Pencipta.
Dia menikmati kesendiriannya di kamarnya yang sunyi dan harinya
yang sepi bukti bisu tempat ia menumpahkan air mata tiap hari. Menangis,
menangis dan menangis itulah yang di lakukan setiap harinya walau mungkin air
mata tidak mampu untuk menetes lagi, perbuatan ini ia lakukan hingga 2 bulan,
saat itu ia telah selesai melaksanakan pendidikan SMAnya. Hampa terasa hidup,
mau bunuh diri terlalu cepat untuk menyelesaikan hidup, ia bingung mau ngapain,
mau kemana, mau berbuat apa. Akhirnya ia memutuskan untuk pergi menjauh dengan
harapan supaya tidak terbayang lagi wajah sang ibunda di setiap detik. Dia
mencari suasana baru yang tujuannya
untuk menyembuhkan luka yang beberapa bulan ini ia derita.
Hei, sayang ucap salah seorang sembari memeluk purnama, dengan
reflek purnama melayangkan tangannya dengan heran dan tercengang lelaki itu
menatap purnama yang mana perbuatan seperti itu tidak seharusnya didapatkan
oleh seorang konsumen. Ada perdebatan kecil-kecilan setelah peristiwa itu
tetapi pada akhirnya purnama minta maaf karena harus profesional. Ia selalu
melamun dan teringat wajah ibunda sebelum melayani hasrat bejat lekaki hidung
belang. malam semakin mencekik dinginnya, purnama sedang bekerja dengan lelaki
yang bukan muhrim, azan subuh menggema mengakhiri pekerjaan mereka malam itu.
Pagi pun tiba, Seluruh Wanita penghibur kembali ke kamar
masing-masing menarik selimut dan berteman dengan mimpi tetapi tidak dengan
purnama ia memasuki kamar dan tersedu-sedu dia ingat mendiang ibunya. Dia
menyesal telah menjual murah harga dirinya, menjajakan tubuhnya kepada siapapun
yang mau. Jika Ibu tau, aku ini sekarang jadi apa, ucapnya dalam hati yang
menambah dalam perih hatinya. Aku benci dengan hidup, Aku benci semua kenapa
aku harus begini, ucapnya lirih dengan penuh penyesalan.
***
Di halaman rumah Ayah, ibu dan anaknya bermain bercanda gurau,
riang tidak ada beban kesedihan di situ. Keluarga yang sangat tentram ditambah
anaknya yang begitu Sholehah. Hampir Setiap maghrib dan Shubuh keluarga kecil
ini Sholat dan mengaji bersama. Maklum saja jika purnama sering menjadi contoh
ibu-ibu untuk anaknya di sekitar rumah. Purnama yang Rajin, yang cantik yang
Sholehah kamu itu udah menjadi panutan ibu-ibu dilingkungan kita jadi kamu
tidak boleh besar hati ya nak, tetap seperti ini sampai kapanpun bahkan jka ibu
telah di panggil DIA nantinya.
Umur masih 7 tahun tetapi telah lancar membaca Al-qur’an, luar
biasa kamu ya nak ucap seorang Ibu disaat purnama berjalan selepas pulang kesekolah.
Di sekolah ia sangat-sangat aktif dan tekun dalam pembelajaran, juara 1 selalu
digenggam ketika menerima Rapor. Kasih sayang yang kental dari ayah dan ibu tak
terlepas dari akhlak dan prestasi purnama. Purnama adalah anak tunggal mungkin
karena ini juga kedua orangtuanya sepenuhnya mengontrol dan memberikan kasih
sayang dan pendidikan yang berkualitas.
***
Ia ambil foto dari dompetnya yang mana foto ini
satu-satunya kenangan dengan sang Ibunda. Ibu sayang, Ibu cantik, Ibu tenang
disana yah walau beda dunia aku masih sangat menyayangi Ibu merindukan Ibu
menghabiskan waktu bersama, Aku juga rindu ayah aku rindu masa kecilku bu,
dimana ketika aku sedih aku bisa bersandar di pangkuanmu bu, Aku rindu ketika
kita dihalaman menghabiskan sore, menikmati senja bersama-sama. Dan kini kita
bertiga dipisahkan oleh rencana Tuhan yang mana itu lebih indah dari segalanya.
Bu, ada yang perlu aku sampaikan maafkan aku bu yang tak bisa menjaga nasihat
mu itu, aku ini wanita kotor bu, salam terperihku dari dunia yang kejam ini bu
dan tolong sampaikan kepada ayah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar