Total Tayangan Halaman

Minggu, 20 November 2016

Cerpen Biografi




NAIM
Penulis: Panji Anugerah
e-mail: Panjianugerahp@gmail.com

            Naim kamu terbaik, ucap afdal siang itu yang menambah keriuhan tawa yang terbahak. Bisa sakit perut kalau sudah melihat tingkah laku Naim. Segudang kelucuan yang tak membosankan dari dirinya. Dia teman satu kost afdal, kebanyakan teman jika ada masalah, galau dan sebagainya datang dan bercanda ria dengan Naim pasti dan dapat dipastikan kegalauan itu akan hilang. Nama di aktenya bukan Naim tetapi Nanda Naim itu sebuah singkatan (Nanda Imut). Ia jarang marah atau kesal seandainya itu terjadi dengan menyebut Naim kamu terbaik amarahnya bakal hilang. Ntah apa yang ada dibenaknya jika mendengar Kamu terbaik perasaannya seperti mengudara ke alam bebas, terbang kesana-sini tak tau arah untuk pulang maupun kembali. Apapun yang kita suruh, bagaimana kondisi jiwa ataupun dunia masa itu ia akan mengiyakan dan melaksanakannya.
            Dia tak mengenal wanita, cinta, dia tak mengenal kata pacaran baginya itu sebuah perbuatan keji dan dosa besar sebagaimana disampaikan orangtuanya kala ia baru berumur 7 tahun. Dia bukan munafik tetapi terlalu dini jika berbicara pacaran dengan sifatnya yang seperti itu. orangnya rajin dan sangat-sangat rajin jika tugas diberikan hari ini dan dikumpul 7 hari kedepan maka 6 hari sebelum itu tugasnya telah selesai seperti itulah seterusnya walau di penghujung semester Indeks Prestasinya tidak pernah mencapai angka 3,00. Hampir semua orang yang mengenalnya menyenanginya, baik senang karena kelucuan, karena ingin ada hiburan maupun semata-mata ingin mencemeeh atau apalah namanya. Dia tekun beribadah, orangnya selalu enjoy ia selalu sholat Shubuh jam 7 pagi, tidak ada yang harus disalahkan selagi ada niat pasti bisa katanya, kepada seorang teman yang mengomentari.
***
            Jangan lupa sholat ya nak, rajin-rajin yang kerja itu, harus pandai mengambil hati juragan ya nak, trus jangan lupa komunikasi ibu sama ayah ya nak. (Ibu cium kening      naim) yang membuat suasana senja kala itu begitu pilu. Senyum Ibu pengantar manisnya perjalanan. Ayah dan ibunya begitu terpukul kala melihat sang anak harus pergi ke provinsi sebelah untuk menambah bekal di meja perkuliahan nanti. 6 jam perjalanan, akhirnya naim dapat menghirup udara kota lancang kuning. memandangi setiap sudut kota,  melihat kuliner yang berserakan di pinggiran jalan, Kala itu hujan baru reda menambah nuansa sunyi yang teringatkan ia pada masa kecil. Ia berjalan ke setiap ujung kota, menyapa, dan tersenyum siapa saja yang ada disana.
Naim itu ada konsumen ucap Juragan, naim meninggalkan beberapa kertas di atas  mesin photocopy.
Konsumen: bang beli Spidol satu.
Naim: apa?
Konsumen: Spidol bang.
Naim: menyodorkan pena.
            Pergi pagi pulang sore, begitulah aktivitas yang dilakukan Naim selama kurang lebih dua bulan. Peluh yang menetes tubuhnya, rindu yang selalu menghantui tak ada sedikitpun ia ratapi, karena ia lebih baik memikirkan jika gagal di masa esok. Kuliah adalah harga mati untuknya, bagaimana pun caranya. Dadanya terkadang berapi-api walau terkadang rapuh begitu saja. Orangtuanya sedikitpun tidak pernah menyuruh apalagi memaksa. Itu sendiri datang dari niat tulus naim yang dibarengi dengan doa-doa mereka. Naim harus menempuh jalan sepanjang 1 km setiap hari dari kost ke tempat kerja, di suatu hari didalam perjalanan ada seorang lelaki separuh baya, berbadan besar tangan dipenuhi tatto dan bekas-bekas jahitan di sekujur tubuh memberhentikan langkah naim yang tergesa-gesa, pria itu bertanya dengan lantang kamu orang mana? dengan lirih naim menjawab aku mau kerja di photocopy. Setelah kejadian itu satu orang pun tidak ada yang mampu memberhentikan naim.
            Mas andi begitu dekat dengan naim, keseluruhan karyawan heran melihat naim  disebabkan karena juragannya tersebut orangnya susah untuk diajak kompromi, egois begitu. Tetapi itu hanya sebuah ungkapan-ungkapan murahan bagi naim ia adalah sosok yang sangat santun, dan mempunyai sifat ke-ayahan yang sangat tinggi, meskipun dalam realitanya ia belum di karuniai anak setelah 10 tahun menikah. Naim dan mas andi jika malam tiba sering mengelilingi kota dan mencari tempat untuk memanjakan lidah yang sesuai dengan hasrat. Seketika malam yang begitu dingin terasa hangat bagi naim jantungnya terucap-ucap setelah sang juragan  menyatakan ingin menjadikan naim sebagai anak kandungnya. Ini berita baik atau buruk yang penting naim tidak mampu menjawabnya hanya mampu bergumam dan tercengang.
***
            Naim mengeluh kepada teman-teman yang sewaktu itu ada di dalam kamar kost, ia berucap Aku lapar.
Aswan: Kamu lapar im?
Naim: iya, aku lapar.
(Tiba-tiba afdal datang membawa lauk)
Naim: minta sambal kamu dal, aku lapar!
Afdal: iya, ambil sajalah im jangan segan-segan.
Naim: (Naim menyenduk nasi ke dalam piringnya) apa teman nasi kita dal?
Afdal:  Telur im.
Naim: naim meletakkkan piringnya.
            Jam telah menunjukkan jam 15.00 naim kamu belum makan, nanti kamu sakit ucap aswan. Biarlah, ucap naim. Nanti kamu nggak semangat main bolanya kalo udah sakit ucap aswan sekali lagi. Naim ini hobby bermain bola dan hobbynya itu pakai ganda, tidak ada tawar menawar kalo dalam sistem bola bagi naim. Lapangan sepakbola jauh dari kostnya dan ia tak mempunyai kendaraan, jika naik ojek uang untuk print tugas besok bakal nggak ada. Dengan sedikit egois ia diam-diam mengambil kunci motor temannya dan melarikannya padahal itu hari pertama temannya nge-date setelah 4 tahun menikmati kesendirian. Ia fans liverpool sejati setiap ada pertandingan Liverpool pasti ia yang pertama kali terbang ke layar kaca. Setiap bangun tidur, pulang kuliah, dan mau tidur kembali pasti ia menceritakan tentang Liverpool, liverpool dan liverpool sampai telinga temannya jenuh untuk mendengar kata-kata yang keluar dari mulutnya. Ia sangat cinta Liverpool dan prinsipnya lebih baiklah ia dihina, daripada klub kesayangannya itu dihina.
***
Pernah pada suatu waktu anak-anak kostnya nonton bola bareng bertepatan Match kala itu M. United vs Liverpool yang mana keseluruhan temannya pendukung M. United. hasil akhir menunjukkan liverpool kalah pada itu. ribuan kata hujatan menerpa nalar naim karena tak sanggup mendengar itu semua naim menendang meja warung hingga semua mata tertuju padanya, ada yang tajam, sinis, malam yang memilukan bagi naim. Ia benci semua orang kala itu, ketika dipanggil dan di ajak berbicara tidak ada sautan diam, diam dan diam. Padahal teman-temannya kala itu hanya bercanda untuk mencemeeh naim dengan asumsi untuk menguji kesabaran seorang yang tak kenal dengan amarah. Dooor, naim menutup pintu kamarnya rapat-rapat ia tak mau mendengar celotehan sampai pagi esok. 3 hari ia menutup diri dari lingkungan yang mengajarkan ia menikmati hidup dan makan secukupnya.
            Naim berbadan kurus, berambut keriting dan memiliki pendengaran yang kurang yang mana sangat-sangat menghambat ia dalam melakukan komunikasi, Gangguan pendengaran ini bawaan dari lahir. Ia harus bersusah payah meneliti, dan mencermati seseorang yang berbicara kepadanya melalui gerak-gerik lisan. Sebagian temannya telah mengerti dengan itu dan mereka berbicara dengan pelan dan jelas. Tetapi jika orang yang baru mengenalnya terkadang merasa risih, dan merasa naim aneh karena terkadang jawabannya tidak sesuai dengan yang ditanyakan.
Badannya yang langsing menunjang kecepatannya untuk bermain sepakbola. Ia menekuni dunia bola ini sejak usia 7 tahun. Ia memasuki beberapa sekolah-sekolah sepakbola junior di kampungnya dan menggali ilmu sedalam-dalamnya. Bakat bermain bolanya turun langsung dari sang ayah dan kakek. Mereka berdua ini sangat-sangat menyetujui naim masuk SSB ini. adanya bantuan moril dan materil dari sang ayah dan kakek menambah semangat naim untuk lebih giat lagi berlatih.  Banyak prestasi-prestasi yang ia torehkan seperti pemain terbaik, top skor di kecamatannya, dan masuk nominasi pemain terbaik di kabupatennya.  
Naim telah menambah warna baru dalam lingkungan anak kost sekitarnya walau pernah hilang selama satu semester. Naim sekarang menduduki semester 5 di bangku perkuliahan di salah satu universitas negeri. Semester kemarin, ia harus cuti di bangku perkuliahan di akibatkan tulang punggung keluarganya sakit. Dengan ikhlas naim harus menerima kenyataan pahit ini dan menggantikan ayah untuk mencari nafkah. Sebuah tanya dalam mimpi, sebuah realita dalam hati apakah semua ini dapat kujalani? Ah sudahlah ucap naim melanjutkan aktivitasnya memberi pupuk pada cabai yang dalam waktu dekat dapat dipanen. Kuliah ke kebun selama 4 bulan menggantikan dan merasakan aktivitas ayah yang telah berpuluh-puluh tahun di tekuni. Gigitan nyamuk, terik dan hujan setia menemani.
***
            Ketika ditanya cita-cita kamu apa naim? Dengan penuh harap ia berkata aku ingin seperti Coutinho pemain Liverpool yang ia damba-dambakan. Kala itu pukul telah menunjukkan pukul 15.30 cerita ringan yang penuh makna dan mimpi ini menghipnotis naim dan teman-temannya untuk malas bergerak. Ada yang lupa tugas, ada yang lupa tujuannya ntah mau ngapain ke kost, terjebak dengan waktu.

***
            Ia berasal dari suatu tempat di penghujung negeri. Mengenal dunia dengan kesederhanaan, mendengar ciutan burung-burung di pagi hari, masih dapat menghirup udara dengan segar tanpa ada polusi seperti yang di perkotaan. Ia diajarkan dan dikenalkan tentang dunia yang berlandaskan islam dan kental dengan budaya –budaya yang mayoritas muslim.
            Ketika ia memasuki angka 17 atau yang istilah remaja dengan sweet seventeen ia menderita penyakit yang mana dokter menganjurkan ia dalam beberapa bulan ke depan tidak boleh memakan, telur dan ikan. Karena ajuran ini otomatis naim menyambung hidupnya dengan ayam, dan daging. Dan karena kebiasaan itu mengajarkan ia harus merogoh kocek kantong lebih dalam untuk melanjutkan hidup di rantau orang.     


Jumat, 18 November 2016

Essai tentang kursi




Jeritan pilu Kursi!
Penulis: Panji Anugerah


Riuh Mahasiswa sana-sini yang selalu ku dengar setiap hari, Riuh karena perkuliahan, perdebatan bahkan cerita-cerita yang bermakna kosong. Aku tak tau kenapa aku bisa sampai disini, disebuah perguruan tinggi negeri agama islam yang berletak di tanah paguruyung. Sejak aku dilahirkan 7 tahun silam aku selalu harus mengikuti apa kata majikan, mau tidak mau itu harus ku ikuti mungkin aku diciptakan hanya untuk di perintah dan sangat dibutuhkan semua golongan baik dari yang elite hingga proletar. Aku senang karena bisa berguna bagi semua orang dan dapat membantunya menyelesaikan aktivitas sehari-hari.
Dibalik kegiranganku yang ikhlas membantu, terkadang aku terlalu cengeng kucoba untuk menahannya tetapi air mataku terlalu mudah tertumpah. Mereka tidak menghargaiku, menyanyangiku layaknya sebuah benda-benda lain yang mereka cintai. Mereka kesal, mereka benci aku sering sebagai pelampiasannya dicampakkan, di tendang bahkan di jungkir balikkan sesuka hatinya. Kakiku yang dulu empat kini menjadi tiga,  Aku tak mampu untuk bicara karena ku hanya sebuah kursi, biarlah rasa itu kusimpan hingga mereka akan menyadarinya. Tidak sedikit juga mereka  menempelkan permen atau kotor-kotoran, sekali lagi aku tak mampu untuk berucap. Kini aku harus tinggal di sebuah ruangan yang lusuh, dipenuhi laba-laba dan debu. Di tempat baru ini aku bertemu dengan teman-teman yang nasibnya sama denganku bahkan ada yang lebih. Kami habiskan waktu untuk bercerita dan mengungkapkan ke kesalan kepada mereka yang tak menghargai. Aku ingin bebas, ingin menghirup udara segar lagi. Sampai kapan kami diperlakukan seperti ini? coba dibayangkan jika tidak ada kursi di meja perkuliahan apakah proses belajar akan efektif? Saya rasa tidak. Apakah harus ada peraturan agar kami dihargai.
Aku tercipta dari kayu jati, di proses pembuatan mereka memperlakukan sangat lembut, merawat sepenuh hati. Jika waktu bisa diulang aku berharap tetap di pabrik dan tak ingin kemana-mana. Manusia terkadang tidak bertanggung jawab karena ulah merekalah aku terjebak dan harus menikmati hari disebuah ruangan yang di keremunin oleh debu, aku tak tau sampai kapan aku disini mungkin bisa saja untuk selamanya. 

Follow My instagram : @panjianugerahp
Email : panjianugerahp@blogspot.com

Selasa, 15 November 2016

Maaf Ibu, Tubuhku Telah Kujajakan



Maaf Ibu, Tubuhku telah kujajakan.
Penulis: Panji Anugerah

Senja Berlalu! dengan antusias mereka menyambut malam dengan senyum, hujan pada saat itu mengurungkan wajah mereka, wajar saja mereka takut dagangannya tidak laku.  Gemerlap-gemerlip lampu warna menyinari di setiap sudut ruangan. Para Konglomerat lagi berkumpul di sebuah meja yang berisikan kartu. Wanita penghibur sedang berdandan dikamarnya sebentar lagi mereka keluar untuk menggoda lelaki dompet tebal.  Salah atau dosanya perbuatan itu yang penting alasan mereka hanya satu untuk mencari uang dan membiayai hidup anak yang tak punya ayah. Tiap hari mereka begini tanpa ada rasa lelah seikhlas hati menjajakan tubuhnya ke si hidung belang demi dapat menyambung nafas. Malam buta yang dinginnya mencekik menusuk tubuh yang beralaskan gaun yang berkain tipis.
Musik yang terhentak memecah kesunyian malam, Wanita penghibur telah berserakan di semua sudut ruangan menjajakan dagangannya ke para lelaki tanpa terkecuali. Regukan Whisky memeriahkan malam ini, mengubur kepahitan hidup yang selalu terbit kala siang. Purnama Jelita namanya gadis yang baru berumur 20 tahun ini harus merasakan dinginnya malam setiap hari. Sayang jika melihat dia harus merelakan auratnya ke lelaki yang tak selayaknya atau belum waktunya untuk mendapatkan itu. dia selalu menangis jika disuruh ibu angkatnya untuk menemui si hidung belang. Berkata tak mampu, melawan tak sanggup apalagi untuk bertindak jauh dari kata realisasi. Mau tak mau ia harus  melayani, meladeni, memanjakan dengan penuh keikhlasan dan senyuman walau hati dan batinnya tercabik-cabik oleh itu. dia salah memilih jalan kala terpuruk 1 tahun silam, ketika seorang yang sangat ia cintai, wanita yang selalu ada disaat dia sedih, disaat ia terpuruk dan tempat ia memanjakan diri dan merasakan hangatnya surga hati telah meninggalkan ia untuk selamanya. Yah, Ibunda. Ibunda telah meninggalkan ia disaat ia sedang butuh-butuhnya untuk mendapatkan kasih sayang, nasihat, bimbingan akibat perkembangan zaman yang semakin gila. Dan sekarang ia harus melewati itu seorang diri tanpa ada tempat untuk bermanja, meminta pendapat, berbagi rasa saat sedih dan bahagia. Jauh sebelumnya tepat pada usia 10 tahun ia telah merasakan pahitnya di tinggalkan ketika Ayah tercinta harus dipanggil lebih dulu oleh Sang Pencipta.
Dia menikmati kesendiriannya di kamarnya yang sunyi dan harinya yang sepi bukti bisu tempat ia menumpahkan air mata tiap hari. Menangis, menangis dan menangis itulah yang di lakukan setiap harinya walau mungkin air mata tidak mampu untuk menetes lagi, perbuatan ini ia lakukan hingga 2 bulan, saat itu ia telah selesai melaksanakan pendidikan SMAnya. Hampa terasa hidup, mau bunuh diri terlalu cepat untuk menyelesaikan hidup, ia bingung mau ngapain, mau kemana, mau berbuat apa. Akhirnya ia memutuskan untuk pergi menjauh dengan harapan supaya tidak terbayang lagi wajah sang ibunda di setiap detik. Dia mencari suasana baru yang  tujuannya untuk menyembuhkan luka yang beberapa bulan ini ia derita.    
Hei, sayang ucap salah seorang sembari memeluk purnama, dengan reflek purnama melayangkan tangannya dengan heran dan tercengang lelaki itu menatap purnama yang mana perbuatan seperti itu tidak seharusnya didapatkan oleh seorang konsumen. Ada perdebatan kecil-kecilan setelah peristiwa itu tetapi pada akhirnya purnama minta maaf karena harus profesional. Ia selalu melamun dan teringat wajah ibunda sebelum melayani hasrat bejat lekaki hidung belang. malam semakin mencekik dinginnya, purnama sedang bekerja dengan lelaki yang bukan muhrim, azan subuh menggema mengakhiri pekerjaan mereka malam itu.
Pagi pun tiba, Seluruh Wanita penghibur kembali ke kamar masing-masing menarik selimut dan berteman dengan mimpi tetapi tidak dengan purnama ia memasuki kamar dan tersedu-sedu dia ingat mendiang ibunya. Dia menyesal telah menjual murah harga dirinya, menjajakan tubuhnya kepada siapapun yang mau. Jika Ibu tau, aku ini sekarang jadi apa, ucapnya dalam hati yang menambah dalam perih hatinya. Aku benci dengan hidup, Aku benci semua kenapa aku harus begini, ucapnya lirih dengan penuh penyesalan.
***
Di halaman rumah Ayah, ibu dan anaknya bermain bercanda gurau, riang tidak ada beban kesedihan di situ. Keluarga yang sangat tentram ditambah anaknya yang begitu Sholehah. Hampir Setiap maghrib dan Shubuh keluarga kecil ini Sholat dan mengaji bersama. Maklum saja jika purnama sering menjadi contoh ibu-ibu untuk anaknya di sekitar rumah. Purnama yang Rajin, yang cantik yang Sholehah kamu itu udah menjadi panutan ibu-ibu dilingkungan kita jadi kamu tidak boleh besar hati ya nak, tetap seperti ini sampai kapanpun bahkan jka ibu telah di panggil DIA nantinya.
Umur masih 7 tahun tetapi telah lancar membaca Al-qur’an, luar biasa kamu ya nak ucap seorang Ibu disaat purnama berjalan selepas pulang kesekolah. Di sekolah ia sangat-sangat aktif dan tekun dalam pembelajaran, juara 1 selalu digenggam ketika menerima Rapor. Kasih sayang yang kental dari ayah dan ibu tak terlepas dari akhlak dan prestasi purnama. Purnama adalah anak tunggal mungkin karena ini juga kedua orangtuanya sepenuhnya mengontrol dan memberikan kasih sayang dan pendidikan yang berkualitas.      
   
***
            Ia ambil foto dari dompetnya yang mana foto ini satu-satunya kenangan dengan sang Ibunda. Ibu sayang, Ibu cantik, Ibu tenang disana yah walau beda dunia aku masih sangat menyayangi Ibu merindukan Ibu menghabiskan waktu bersama, Aku juga rindu ayah aku rindu masa kecilku bu, dimana ketika aku sedih aku bisa bersandar di pangkuanmu bu, Aku rindu ketika kita dihalaman menghabiskan sore, menikmati senja bersama-sama. Dan kini kita bertiga dipisahkan oleh rencana Tuhan yang mana itu lebih indah dari segalanya. Bu, ada yang perlu aku sampaikan maafkan aku bu yang tak bisa menjaga nasihat mu itu, aku ini wanita kotor bu, salam terperihku dari dunia yang kejam ini bu dan tolong sampaikan kepada ayah. 

Selasa, 08 November 2016

Cerpen Alur Ceritanya Berantakan.



Alur Ceritanya Berantakan.

Lagi asyiknya memainkan gitar dengan nada-nada lirih yang menyentuh kalbu, seakan terhanyut di perut syahdunya dunia permusikan dalam nuansa romantisme yang penuh keanggunan, di tambah gemerlap malam yang dihiasi bintang-bintang dan cuaca malam yang mendukung sempurnalah malam itu. ku terus bernyanyi mencoba melawan sepi membuang rasa benci di saaat sendiri, panas tenggorakan telah terasa disaat suara hampir hilang yang terus teriak selepas senja tadi, ku coba mereguk air untuk menambah sisa suara yang hampir hilang, suara tersedu-sedu terdengar di telingaku ku coba mencari sumber suara itu oh ternyata irul yang sedang menangis sembari memegang selularnya di telinga. Aku tak ingin ikut campur dalam masalahnya tapi suaranya yang sedikit keras menggoda ku untuk mendengar pembicaraannya lewat jendela. Ternyata firasatku tidak salah, ia menangis karena Tina.
*
Tina ini adalah gadis impiannya sejak SMP irul telah mengagumi tina secara diam-diam selama 6 tahun, banyak pengorbanan perjuangan yang dilakukan irul tanpa sepengetahuan tina yang tujuannya tidak lain hanya melukis senyum di bibir mungil tina. Wajah yang rupawan, otak yang cerdasiwan wajar saja jika Tina selalu menjadi buah bibir dan wanita idaman lelaki dimana saja tempat Tina menuntut ilmu. Sah-sah saja jika irul terpesona melihat tina dan sangat mengharapkan cinta wanita mungil itu. selang waktu berjalan entah darimana informasinya Tina mengetahui bahwa Irul sangat-sangat mengaguminya, mengetahui hal itu Tina langsung memberikan pesan untuk bertemu dengan Irul melalui sahabatnya Dinda. Tanpa ada tolakan Dinda langsung mencari Irul selepas dosen menutup perkuliahan hari itu. Dinda menuju kantin favorit irul dimana letaknya tak jauh dari gedung perkuliahannya tadi.
Irul, Irul seru Dinda dari kejauhan sembari menggerakkan kelima jarinya
Saya ucap irul sambil menunjukkan dirinya,
Iya, kamu cepatlaah.
            Dengan pikiran yang bertanya-tanya irul menemui Dinda, ada apa nda? Seru Irul. Cuman mau nyampaikan pesan Tina kepengen ketemu sama kamu, bisa kan ntar malam sambil Dinner katanya? dia tunggu di Maro cafe, dengan spontannya Irul menjawab Oke-oke. Raut tanya dan bingung menyelimuti wajah Irul. Ada apa ini? Wanita yang selama ini ku kagumi mengajak aku untuk makan malam? Irul mencoba menghapus rasa bingungnya dengan mempersiapkan pakaian untuk malam. Malam kembali datang kali ini jutaan bintang terlihat lebih berkilau dimata Irul.
10 menit berlalu belum ada kata yang keluar dari bibir Irul dan Tina, di sela-sela perputarannya yang tak henti jam dinding mengeluarkan rasa malu ketika melihat dua insan yang saling tatap mata, tanpa mampu berucap sepatah kata pun.     
            Detik terus berputar, hari terus berganti, tapi tak ada yang bisa berucap hanya mampu bergumam dan akhirnya sang waktulah yang berbicara atas semuanya, dan akhirnya mereka merajut kasih saling menanamkan benih bahagia di hati masing-masing yang tujuannya agar selalu bersama hingga nanti.
*
Irul: Masih ingatkah kau janji kita? Yang mana akan selalu bersama dan menikmati sisa hidup di pangkuanku!
Tina: Sudahlah, itu hanya janji kosong.
Irul: masih ingatkah kau saat kita pertama bertemu, tak mampu berucap hingga jam dinding         malu melihatnya?
Irul: Sudahlah, aku harap jangan pernah ungkit kenangan itu lagi biarlah tersimpan indah dimemori nalarku, dan aku mohon jangan pernah hubungi aku lagi sampai kapanpun.

Tiiiiiiiiit bunyi seluler Irul.