NAIM
Penulis: Panji Anugerah
e-mail: Panjianugerahp@gmail.com
Naim kamu terbaik,
ucap afdal siang itu yang menambah keriuhan tawa yang terbahak. Bisa sakit
perut kalau sudah melihat tingkah laku Naim. Segudang kelucuan yang tak
membosankan dari dirinya. Dia teman satu kost afdal, kebanyakan teman jika ada
masalah, galau dan sebagainya datang dan bercanda ria dengan Naim pasti dan
dapat dipastikan kegalauan itu akan hilang. Nama di aktenya bukan Naim tetapi Nanda
Naim itu sebuah singkatan (Nanda Imut). Ia jarang marah atau kesal seandainya
itu terjadi dengan menyebut Naim kamu terbaik amarahnya bakal hilang. Ntah apa
yang ada dibenaknya jika mendengar Kamu terbaik perasaannya seperti mengudara
ke alam bebas, terbang kesana-sini tak tau arah untuk pulang maupun kembali.
Apapun yang kita suruh, bagaimana kondisi jiwa ataupun dunia masa itu ia akan
mengiyakan dan melaksanakannya.
Dia tak mengenal
wanita, cinta, dia tak mengenal kata pacaran baginya itu sebuah perbuatan keji
dan dosa besar sebagaimana disampaikan orangtuanya kala ia baru berumur 7
tahun. Dia bukan munafik tetapi terlalu dini jika berbicara pacaran dengan
sifatnya yang seperti itu. orangnya rajin dan sangat-sangat rajin jika tugas
diberikan hari ini dan dikumpul 7 hari kedepan maka 6 hari sebelum itu tugasnya
telah selesai seperti itulah seterusnya walau di penghujung semester Indeks
Prestasinya tidak pernah mencapai angka 3,00. Hampir semua orang yang
mengenalnya menyenanginya, baik senang karena kelucuan, karena ingin ada
hiburan maupun semata-mata ingin mencemeeh atau apalah namanya. Dia tekun
beribadah, orangnya selalu enjoy ia selalu sholat Shubuh jam 7 pagi, tidak ada
yang harus disalahkan selagi ada niat pasti bisa katanya, kepada seorang teman
yang mengomentari.
***
Jangan lupa sholat
ya nak, rajin-rajin yang kerja itu, harus pandai mengambil hati juragan ya nak,
trus jangan lupa komunikasi ibu sama ayah ya nak. (Ibu cium kening naim) yang membuat suasana senja kala itu
begitu pilu. Senyum Ibu pengantar manisnya perjalanan. Ayah dan ibunya begitu
terpukul kala melihat sang anak harus pergi ke provinsi sebelah untuk menambah
bekal di meja perkuliahan nanti. 6 jam perjalanan, akhirnya naim dapat
menghirup udara kota lancang kuning. memandangi setiap sudut kota, melihat kuliner yang berserakan di pinggiran
jalan, Kala itu hujan baru reda menambah nuansa sunyi yang teringatkan ia pada
masa kecil. Ia berjalan ke setiap ujung kota, menyapa, dan tersenyum siapa saja
yang ada disana.
Naim itu ada konsumen ucap Juragan, naim meninggalkan beberapa
kertas di atas mesin photocopy.
Konsumen: bang beli Spidol satu.
Naim: apa?
Konsumen: Spidol bang.
Naim: menyodorkan pena.
Pergi pagi pulang
sore, begitulah aktivitas yang dilakukan Naim selama kurang lebih dua bulan. Peluh
yang menetes tubuhnya, rindu yang selalu menghantui tak ada sedikitpun ia ratapi,
karena ia lebih baik memikirkan jika gagal di masa esok. Kuliah adalah harga
mati untuknya, bagaimana pun caranya. Dadanya terkadang berapi-api walau
terkadang rapuh begitu saja. Orangtuanya sedikitpun tidak pernah menyuruh
apalagi memaksa. Itu sendiri datang dari niat tulus naim yang dibarengi dengan
doa-doa mereka. Naim harus menempuh jalan sepanjang 1 km setiap hari dari kost
ke tempat kerja, di suatu hari didalam perjalanan ada seorang lelaki separuh
baya, berbadan besar tangan dipenuhi tatto dan bekas-bekas jahitan di sekujur
tubuh memberhentikan langkah naim yang tergesa-gesa, pria itu bertanya dengan
lantang kamu orang mana? dengan lirih naim menjawab aku mau kerja di photocopy.
Setelah kejadian itu satu orang pun tidak ada yang mampu memberhentikan naim.
Mas andi begitu
dekat dengan naim, keseluruhan karyawan heran melihat naim disebabkan karena juragannya tersebut orangnya
susah untuk diajak kompromi, egois begitu. Tetapi itu hanya sebuah
ungkapan-ungkapan murahan bagi naim ia adalah sosok yang sangat santun, dan
mempunyai sifat ke-ayahan yang sangat tinggi, meskipun dalam realitanya ia
belum di karuniai anak setelah 10 tahun menikah. Naim dan mas andi jika malam
tiba sering mengelilingi kota dan mencari tempat untuk memanjakan lidah yang
sesuai dengan hasrat. Seketika malam yang begitu dingin terasa hangat bagi naim
jantungnya terucap-ucap setelah sang juragan menyatakan ingin menjadikan naim sebagai anak
kandungnya. Ini berita baik atau buruk yang penting naim tidak mampu
menjawabnya hanya mampu bergumam dan tercengang.
***
Naim mengeluh kepada teman-teman
yang sewaktu itu ada di dalam kamar kost, ia berucap Aku lapar.
Aswan:
Kamu lapar im?
Naim:
iya, aku lapar.
(Tiba-tiba
afdal datang membawa lauk)
Naim:
minta sambal kamu dal, aku lapar!
Afdal:
iya, ambil sajalah im jangan segan-segan.
Naim:
(Naim menyenduk nasi ke dalam piringnya) apa teman nasi kita dal?
Afdal: Telur im.
Naim:
naim meletakkkan piringnya.
Jam telah
menunjukkan jam 15.00 naim kamu belum makan, nanti kamu sakit ucap aswan.
Biarlah, ucap naim. Nanti kamu nggak semangat main bolanya kalo udah sakit ucap
aswan sekali lagi. Naim ini hobby bermain bola dan hobbynya itu pakai ganda,
tidak ada tawar menawar kalo dalam sistem bola bagi naim. Lapangan sepakbola
jauh dari kostnya dan ia tak mempunyai kendaraan, jika naik ojek uang untuk
print tugas besok bakal nggak ada. Dengan sedikit egois ia diam-diam mengambil
kunci motor temannya dan melarikannya padahal itu hari pertama temannya nge-date
setelah 4 tahun menikmati kesendirian. Ia fans liverpool sejati setiap ada
pertandingan Liverpool pasti ia yang pertama kali terbang ke layar kaca. Setiap
bangun tidur, pulang kuliah, dan mau tidur kembali pasti ia menceritakan
tentang Liverpool, liverpool dan liverpool sampai telinga temannya jenuh untuk
mendengar kata-kata yang keluar dari mulutnya. Ia sangat cinta Liverpool dan
prinsipnya lebih baiklah ia dihina, daripada klub kesayangannya itu dihina.
***
Pernah pada suatu waktu anak-anak kostnya nonton bola bareng
bertepatan Match kala itu M. United vs Liverpool yang mana keseluruhan temannya
pendukung M. United. hasil akhir menunjukkan liverpool kalah pada itu. ribuan kata
hujatan menerpa nalar naim karena tak sanggup mendengar itu semua naim
menendang meja warung hingga semua mata tertuju padanya, ada yang tajam, sinis,
malam yang memilukan bagi naim. Ia benci semua orang kala itu, ketika dipanggil
dan di ajak berbicara tidak ada sautan diam, diam dan diam. Padahal
teman-temannya kala itu hanya bercanda untuk mencemeeh naim dengan asumsi untuk
menguji kesabaran seorang yang tak kenal dengan amarah. Dooor, naim menutup
pintu kamarnya rapat-rapat ia tak mau mendengar celotehan sampai pagi esok. 3
hari ia menutup diri dari lingkungan yang mengajarkan ia menikmati hidup dan
makan secukupnya.
Naim berbadan
kurus, berambut keriting dan memiliki pendengaran yang kurang yang mana
sangat-sangat menghambat ia dalam melakukan komunikasi, Gangguan pendengaran
ini bawaan dari lahir. Ia harus bersusah payah meneliti, dan mencermati
seseorang yang berbicara kepadanya melalui gerak-gerik lisan. Sebagian temannya
telah mengerti dengan itu dan mereka berbicara dengan pelan dan jelas. Tetapi
jika orang yang baru mengenalnya terkadang merasa risih, dan merasa naim aneh
karena terkadang jawabannya tidak sesuai dengan yang ditanyakan.
Badannya yang langsing menunjang kecepatannya untuk bermain
sepakbola. Ia menekuni dunia bola ini sejak usia 7 tahun. Ia memasuki beberapa
sekolah-sekolah sepakbola junior di kampungnya dan menggali ilmu
sedalam-dalamnya. Bakat bermain bolanya turun langsung dari sang ayah dan
kakek. Mereka berdua ini sangat-sangat menyetujui naim masuk SSB ini. adanya
bantuan moril dan materil dari sang ayah dan kakek menambah semangat naim untuk
lebih giat lagi berlatih. Banyak prestasi-prestasi
yang ia torehkan seperti pemain terbaik, top skor di kecamatannya, dan masuk
nominasi pemain terbaik di kabupatennya.
Naim telah menambah warna baru dalam lingkungan anak kost
sekitarnya walau pernah hilang selama satu semester. Naim sekarang menduduki
semester 5 di bangku perkuliahan di salah satu universitas negeri. Semester
kemarin, ia harus cuti di bangku perkuliahan di akibatkan tulang punggung
keluarganya sakit. Dengan ikhlas naim harus menerima kenyataan pahit ini dan
menggantikan ayah untuk mencari nafkah. Sebuah tanya dalam mimpi, sebuah
realita dalam hati apakah semua ini dapat kujalani? Ah sudahlah ucap naim
melanjutkan aktivitasnya memberi pupuk pada cabai yang dalam waktu dekat dapat
dipanen. Kuliah ke kebun selama 4 bulan menggantikan dan merasakan aktivitas
ayah yang telah berpuluh-puluh tahun di tekuni. Gigitan nyamuk, terik dan hujan
setia menemani.
***
Ketika ditanya
cita-cita kamu apa naim? Dengan penuh harap ia berkata aku ingin seperti
Coutinho pemain Liverpool yang ia damba-dambakan. Kala itu pukul telah
menunjukkan pukul 15.30 cerita ringan yang penuh makna dan mimpi ini
menghipnotis naim dan teman-temannya untuk malas bergerak. Ada yang lupa tugas,
ada yang lupa tujuannya ntah mau ngapain ke kost, terjebak dengan waktu.
***
Ia berasal dari
suatu tempat di penghujung negeri. Mengenal dunia dengan kesederhanaan,
mendengar ciutan burung-burung di pagi hari, masih dapat menghirup udara dengan
segar tanpa ada polusi seperti yang di perkotaan. Ia diajarkan dan dikenalkan
tentang dunia yang berlandaskan islam dan kental dengan budaya –budaya yang
mayoritas muslim.
Ketika ia memasuki
angka 17 atau yang istilah remaja dengan sweet seventeen ia menderita penyakit
yang mana dokter menganjurkan ia dalam beberapa bulan ke depan tidak boleh
memakan, telur dan ikan. Karena ajuran ini otomatis naim menyambung hidupnya
dengan ayam, dan daging. Dan karena kebiasaan itu mengajarkan ia harus merogoh
kocek kantong lebih dalam untuk melanjutkan hidup di rantau orang.