Negara Carut Marut? Dari
Istana Asalnya?
Penulis (Panji Anugerah)
e-mail: Panjianugerahp@gmail.com
Dengan mudahnya mereka menjual aset
bangsa demi kepentingan personalia dan politik yang mereka anggap Tuhan. Sebuah
fenomena yang jarang kita perlihatkan mereka saling lempar melempar demi bola
kekuasaan hal yang sangat bodoh mereka tunjukkan kepada kita kaum awam ini. Mereka
tidak malu lagi memperlihatkan secara transparansi tabiat perangai dan misi
kotor itu. Segudang masalah mencuat kepermukaan yang berakhir tanpa solusi yang
jelas dan tidak humanis. Seluruh rakyat kebingungan ditepi jalan yang
memikirkan takdir hidup dan rindunya akan keadilan dan kemerdekaan yang
hakikatnya adalah hak segala bangsa. Seluruh Mahasiswa berdiskusi di
sudut-sudut kampus membicarakan solusi dan jalan terang untuk semua.
Beginilah jika kekuasaan dijadikan
alat penindas atau media eksploitasi kepada rakyat, carut marut di istana tidak bisa di hindarkan lagi. Sebuah sistem
dibentuk oleh regulator, rakyat semakin disudutkan, dipinggirkan oleh para kaum
elitis dan hukum pun tergadai. Melihat situasi yang seperti ini segerombolan
manusia yang cinta akan tanah air bersuara, memekik dengan penuh moral di depan istana menuntut keadilan harus
ditegakkan di bumi pertiwi ini satu harian penuh mereka melakukan aksi damai tanpa
memikirkan hujan, panas, tapi nyatanya tidak membuahkan hasil, mereka pulang
dengan tangan hampa, sedu sedan menyelimuti wajah mereka yang tampak malu akibat
korban omong kosong penguasa pada saat pilkada lalu. Perjuangan belum berakhir
mereka melakukan konsolidasi untuk memasifkan pergerakan yang tujuannya agar
aspirasi diterima. Mendengar akan ada aksi lanjutan pihak istana mencari
alternative supaya pergerakan itu gagal dan tidak sesuai rencana. Media
dipermainkan sebagai propaganda politik berita hoax beredar dimana-mana orang
yang konsolidasi, diskusi dinyatakan makar, sementara si penista masih
berkeliaran dengan mobil dinasnya.
Rezim ini seolah-olah serampangan dalam mengelola negri ini, alergi
kritik, dan miskin ilmu metaforik. Coba kita amati realita yang terjadi
akhir-akhir ini Seperti Represifitas Aparat dan upaya pembungkaman gerakan yang
menolak dengan keras diaktifan kembali si penista menjadi gubernur ini salah
satu bentuk kepanikan rezim yang otoriter yang terindikasi adanya intervensi
politik dalam penegakan hukum. Belum lagi masalah kendeng yang hingga memakan
korban jiwa, komplitlah sudah permasalahan-permasalahan hingga tidak ada solusi
yang berujung.
Belum lagi masalah-masalah klasik
yang tidak pernah kunjung terselesaikan seperti pengangguran (3,4 Juta Jiwa)
dan kemiskinan yang telah mencapai angka
73,19 persen sungguh pencapaian yang sangat memprihatinkan.itulah deskripsi
permasalahan yang dialami rakyat secara langsung? Bagaimana dengan secara yang
tidak langsung? Korupsi? Ya korupsi baru-baru ini rakyat digemparkan oleh kasus
e-KTP yang mencapai angka yang sangat fantastis dan hingga kini belum
terselesaikan secara terang-terangan, apalagi? Ya investor, investor yang berhaluan kiri konon kabarnya telah
memasuki negri ini, yang jika kita teliti secara seksama akan ada udang dibalik
batunya.
Sudahlah, Rakyat memandatkan amanah kepadamu dengan tulus dan suci
tapi kau balas dengan datangnya investor rakus nan tak peduli, rakyat memilihmu
itu karena mereka percaya dengan kesederhanaan dan kerayaktanmu tapi kau
kembalikan dengan keegoisan dan keserakahan partai politikmu, kami disini
terombang-ambing dalam perahu yang engkau nahkodai kami takut
permasalahan-permasalahan ini semakin terkuak disegala lini yang mengakibatkan konflik
horizontal dan vertikal akan beredar kemana-mana.
Politik dan Agama ingin engkau
pisahkan ideologi Negara seperti Pancasila telah engkau kesampingkan demi
terlindungnya sahabat karibmu itu. Berhentilah dan kembalilah kepada nawa
citamu yang mana sewaktu dulu itu sebagai senjatamu untuk mengelabui
rakyat-rakyat ini. Jika tidak bisa kembali, turunlah, mundurlah dengan legowo
dan pastikan ini bukan masalah harga diri tetapi ini masalah nasib bangsa,
martabat dan bumi pertiwi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar