Indonesia
Tempatnya Orang-Orang yang Bertaqwa?
Penulis: Panji
Anugerah
‘’ Wahai Manusia! Sungguh, kami
telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan kemudian kami
jadikan kamu bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh yang paling mulia
diantara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa, sungguh Allah
maha mengetahui, Maha teliti” (Q,S. Al-hujurat ayat 13).
Dengan segala ampun kepada Tuhanku
dan memohon izin kepada asatidz, habaib beserta guru, saya sedikit mencoba
memaknai Firman Allah Surat Al-hujurat ayat 13 walaupun sampai sekarang akan
gagal memaknai dan menafsirkannya.
Yang dapat dipahami pada surah
Al-hujurat ayat 13 manusia diciptakan berbeda-beda. Berbeda dalam segala proses
ada menuju tiada. Bisa dilihat mulai dari cara keluar dari rahim ibu, perbedaan
pola pikir saat dewasa, hingga proses kematian diujung usia. Perbedaan telah
menjadi kepastian nyata namun sebagian kita masih saja tidak terima dengan
adanya perbeda-perbedaan bahkan ada yang mengutuknya. Mengapa demikian? Yang
saya cermati sebagian kita menganggap perbedaan itu adalah biangnya perpecahan,
ibunya penindasan atau rajanya penjarahan.
Mengapa pemikiran keliru terus ada
di otak kita, bahkan dipelihara terus menerus. Apakah kita lupa bahwa perbedaan
adalah pemberian dari Tuhan? Rahmat dari yang Maha Kuasa? atau cara Tuhan mengajak
kita belajar dan bertaqwa dari perbedaan. bukankah demikian?
Ada sekilas kisah yang ingin saya
sampaikan, pernah suatu waktu selepas sholat maghrib beberapa jamaah di masjid
duduk melingkar bercengkrama dengan hangat, ditengah lingkarannya ada satu sisir
pisang. Mereka membahas tentang persatuan. Tiba-tiba ada seseorang yang di luar
jamaah yang baru selesai sholat menghampiri lingkaran sembari menyapa dan
bersalaman hangat. Setelahnya ia mengambil pisang dan keluar dari masjid.
Setelah ia pergi apa yang terjadi?
Suasana hangat menjadi panas suasana merdu menjadi riuh, bisik-bisik
pergunjingan mulai terdengar hingga meluas menjadi topik di tengah lingkaran.
Seorang bapak memulai dengan kalimat “kalian kenal siapa lelaki yang menyalam
kita tadi? Semuanya serentak menjawab “Tidak” dari ujung lingkaran menyuat
emosinya hingga mengatakan “ Kurang ajar, anak yang tak tau sopan santun!” dari
pangkal lingkaran mencela dan mengatakan “Kalian yang kurang ajar hanya
gara-gara pisang, kalian mempersalahkannya?!”
Berangkat dari kisah di atas,
izinkan saya menarik kesimpulan bahwa dari alam pikiran kita sudah berbeda,
manusia memang di fitrahkan untuk berbeda. Rasanya sikap yang pantas diperbuat
ialah menerima fitrah dan menjalankan fitrah tersebut. Coba renungkan andai
saja manusia punya hobby yang sama perilaku yang serentak keinginan yang senada
mungkin dunia ini lucu dan tak seimbang atau bahkan dunia ini tidak dinamakan
dunia lagi. Semua punya kebiasaan makan bakso sementara semua manusia hanya
bekerja sebagai dokter. Pasti aneh dan tak bisa dibayangkan.
Begitu pula jika semuanya satu suku,
satu bahasa, satu pemikiran. Apa jadinya? Yang pastinya ilmu tak akan
berkembang, tradisional tidak akan ada jika modern tak tercipta, yang baik tak
terlihat jika yang buruk tak ada. Kausalitas tidak akan dikenal. Jadi peran
iblis bagaimana, bukankah memang dunia itu ajang pertarungan antara yang baik
dan buruk?
Lantas apa hubungan narasi dan kisah
diatas dengan surah Al-Hujurat ayat 13? Ya begitulah mungkin yang dapat saya
maknai. Karena memang diakhir ayat Tuhan menyampaikan orang yang paling mulia
di sisi Tuhan adalah orang yang bertakwa. Kenapa ada kata takwa setelah
perbedaan? Ya karena memang seseorang dapat dikatakan bertakwa ketika ia mampu
mengambil pelajaran hidupnya dari sebuah perbedaan dan menjadikan hal tersebut
cara untuk mendekatkannya kepada Tuhan. Bukankah demikian?
Semestinya kita harus bersyukur
lahir secara Islam dan dibesarkan secara Islam di Indonesia, kenapa begitu? Ya
karena Indonesia itu negara yang beragam. Cara dan celah untuk menjadi orang yang
bertaqwa semakin mudah, nuansa keragaman telah ada tinggal pribadi
masing-masing mengisi keberagaman ini untuk menjadi orang yang bertaqwa. saya
baru menyadari Indonesia tempat yang paling mudah untuk menjadi orang yang
bertaqwa. Seharusnya kita harus bersyukur dengan corak budaya yang berbeda.
Bisa jadi apa yang saya pikirkan
hari ini, bisa menjadi hal yang perlu diteliti para ilmuan untuk kedepannya. Andai
memang itu nyata pemerintah tak sibuk lagi mempromosikan budaya Indonesia di
panggung-panggung Internasional, wisata Indonesia bukan lagi tentang indahnya
pantai Kuta, luasnya danau Toba atau tingginya puncak jaya. namun wisata
Indonesia adalah manusianya. Manusia yang religius sekaligus bertaqwa, manusia
yang paling memanusikan manusia, manusia yang paling damai di seantero bumi,
manusia yang paling beradab, santun dan ramah sejagad raya. Hingga nanti
wisatawan takjub dan sampai mengatakan Indonesia tempatnya calon penghuni surga
terbanyak di dunia. Hehehe
Kalau begitu kenapa kita terus
berdebat masalah sistem negara? Bukankah perbedaan itu jalan kita menuju taqwa?
Saya ingin memberikan saran kepada semua orang yang sempat membaca tulisan ini.
Kalau memang perbedaan jalan untuk kita bertaqwa kenapa masih saja ada yang
mengutuk, yang menghakimi, yang mengkafirkan orang lain? Bukankah lebih baik
belajar dan memahami perbedaan ini untuk mendekatkan diri kepada-NYA? Lantas
apa yang mesti kita ributkan? Bukankah terminal akhir kita itu menuju sisi-NYA?
Kalian ini bagaimana sih? Atau saya yang bagaimana. Sama sekali tidak paham
atau belum paham. entahlah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar