Total Tayangan Halaman

Selasa, 31 Oktober 2017

Pemuda Zaman Now



Pemuda Zaman Now!
Oleh: Panji Anugerah

Refleksi Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928.
            Berbicara bangsa Indonesia, berarti berbicara tentang superiornya pemuda. Pemuda dan sejarah tidak bisa dilepaskan sama seperti sendi tubuh yang mempunyai nafas dan keselarasan. Soekarno saja mengakui itu dengan peryaataannya “Beri aku 10 pemuda akan goncangkan dunia”, pernyataan ini menunjukkan bahwa sang proklamator ini berharap besar kepada pemuda untuk kemajuan bangasa. Terbukti dengan banyaknya catatan sejarah dan perjuangan bangsa  berkat kerja keras dari seorang pemuda hingga terjadinya kemerdekaan sekalipun tidak lepas dari pemuda. Coba kita amati secara historis, 1908, 1928, 1945, 1948, 1968. 1998. Itu adalah beberapa Tahun-Tahun penting dalam perjalanan bangsa Indonesia mulai dari lahirnya hari kebangkitan nasional hingga terjadinya reformasi itu berkat pemuda. Maka tidak salah jika pemuda adalah pondasi dari pembangunan bangsa. Maka tidak salah jika, pemuda adalah kekuatan bangsa, maka tidak salah rakyat menjadikan pemuda sebagai penyambung lidah (Aspirasi) karena Pemuda adalah kekuatan yang paling kuat dalam suatu Negara.
            Tak asing lagi di telinga kita, jika mendengar sumpah pemuda, ya tepat 89 tahun yang lalu pemuda Indonesia mengikrarkan kata-kata suci yang mana tujuannya untuk menyatukan seluruh pemuda-pemuda yang ada di di bumi pertiwi ini. Sebuah deklarasi sakral yang menghantarkan dalam suatu persatuan demi bangsa yang berkemajuan dengan jargon” Kami Putra-Putri Indonesia bersumpah bertanah air satu tanah air Indonesia, Kami Putra-Putri Indonesia bersumpah berbangsa satu bangsa Indonesia, kami putra-putri Indonesia bersumpah berbahasa satu bahasa Indonesia”. Tidak hanya narasi semata tapi pemuda Indonesia dahulu mengaplikasikannya  dengan membuktikan  melalui pergerakan dan perjuangan mempunyai nafas yang kokoh dan menjadikan para kolonial sulit untuk menembus pertahanan bangsa. Contohnya saja setelah di deklarasikan pemuda bersatu padu dalam memperjuangkan kemerdekaan tanpa pernah menanyakan darimana asal suku/budaya karena mereka menganggap bangsa Indonesia satu tubuh. Tidak sampai di situ pemuda pada tahun 1928 menyuarakan bahwasanya kata-kata sakral yang di sumpah tersebut menjadi titik tolak persatuan dan perjuangan pemuda-pemuda untuk kedepannya. Tapi apa sumpah pemuda kini hanya dijadikan seperti hari peringatan yang bersifat ceremonial belaka dan mengesampingkan makna. Pemuda zaman now pasti akan memperingati itu, melalui status-status nggak jelas di dunia maya hanya itu dan sebatas itu. Wajar saja jika pada hari ini para leluhur, menangis-nangis di pangkuan pertiwi melihat tingkah laku pemuda zaman now. Kenapa tidak? karena Warisan pergerakan yang telah ditinggalkan leluhur semakin hari semakin tidak diperdulikan bahkan ditinggalkan. Pemuda-pemuda yang seharusnya berada di garda terdepan untuk memperbaiki bangsa malah asik dengan dunianya sendiri dan tidak jarang merusak peradaban dari seorang pemuda.
Coba kita amati, bahwa semakin minimnya pemuda-pemuda yang berani mendedikasikan hidupnya untuk bangsa. Karena Pemuda zaman now lebih suka nongkrong-nongkrong di café, foto-foto di mal mewah yang menimbulkan sifat apatis dan hedonis. hedonis semakin menggeruguti jiwa pemuda zaman now yang mengakibatkan kecacatan mental, dan hilangnya suatu nurani, karena pada esensinya pemuda harus mempunyai jiwa yang idealis. Belum lagi sifat apatis yang terus mengalir deras di benak pemuda. Contohnya saja pemuda lebih peduli melihat smartphone-nya dari pada alam sekitar yang menimbulkan ego dan personalia yang tinggi. Yang lebih menyayat hati pemuda zaman now tidak mengindahkan persatuan Indonesia, terbukti maraknya konflik-konflik horizontal seperti tawuran, kekerasan bahkan sikap-sikap radikal yang sebenarnya tidak perlu untuk dilakukan. Tidak sampai disitu pemuda zaman now telah  telah banyak sekali  terjangkit penyakit masyarakat seperti mengonsumsi narkoba, mabuk-mabukan, seks bebas.
            Pemuda zaman now tidak mengerti lagi akan maknanya, jika seperti ini kondisi terus menerus, mau dibawa kemana bangsa kita ini? Mau didaratkan ke bandara mana nusantara ini, jika pemudanya saja tidak peduli bahkan tidak mau tau terhadap bangsanya.  Bangunlah pemuda zaman now, karena dipundak kalian itulah bangsa ini dititip sejahtrakan. Selamat hari Sumpah Pemuda ke 89!
           
             

Rabu, 25 Oktober 2017

Puisi agama



Dalam Sadarku
Penulis: Panji Anugerah


Maafkan  aku terlanjur kalah dengan hawa nafsuku
Maafkan jika aku terlanjur cinta terhadap dunia ini
Maafkan jika otakku masih di kerumuni syaithan
Dan maafkan ini semua ulah bodohku, aku akan bertanggung jawab
Tolong, Luapkan semuanya malam ini
Esok dan seterusnya jangan pernah
Tolong, lampiaskan semuanya
Detik selanjutnya kembalilah ke fitri
Mohon, beri aku kesempatan untuk bersujud
Di sisimu yang Maha Suci
Ampunkan, aku tak mampu menerimanya esok
Ku bersujud, menangisi kekalahanku
Kini ku telah sadar dan tak gila lagi
Ku berjanji, ku bersumpah, ku mengucap di naungan alam semesta ini
Di bawah kolong langit ini, di atas tanah yang empuk ini
Dan di sisi orang yang munafik ini, Sampai Kapanpun
Cam kan itu!

Selasa, 24 Oktober 2017

Puisi Kebangsaan



Terimakasih Tuhan
Penulis: Panji Anugerah

Ketika semua telah tergantung ketetapan-Mu
Ketika kebenaran diputarbalikkan menjadi kebatilan
Orang baik dituduh perusak bahkan provokator
Penguasa menjadikannya nista di mata Ummat
Tapi kami tetap percaya dengan Kuasa-Mu
Kami keras kepala dan tetap memilih berjuang
Meski simpul-simpul asa, di ejawantahkan bak durjana
Meski peluh-peluh ini semakin hari semakin berkurang
Tapi kami tetap bebal dan selalu menyuarakan Merdeka atau Mati
Kami tau ini hanya Drama kecil-Mu
Ujian untuk hamba yang sedang terbang dan tiarap
Sembari menunjukkan siapa lakon yang sesungguhnya
Kami tau, kami mengamini itu
Kami sangat berterimakasih Kepada-Mu
Karena telah menunjukkan siapa pemimpin kami yang sebenarnya
Dan kini telah jelas dan benderang
Ia memilih duduk diatas hotel elit daripada di pematang sawah
Walau ia selalu ber-alibi bahwa sawah adalah tempat ternyamannya
Terimakasih Tuhan….
Atas misteri yang KAU lemparkan
Kami selalu mencari bahkan telah menyelidiki
Dugaan kami ternyata benar
Kami masih dipimpin dan hidup di era yang HIPOKRIT



Senin, 23 Oktober 2017

Mengapa turun ke jalan?



Mengapa Kita Turun Ke Jalan?
Oleh: Panji Anugerah

Mengapa Kita Turun Ke Jalan? Apakah Kita turun ke Jalan Bangsa Ini akan Baik? Apakah kita Turun Bisa Mengubah Kebijakan? Inilah beberapa pertanyaan-pertanyaan yang selalu di lemparkan Pemuda (Mahasiswa) yang masih skeptis dalam pergerakan. Turun kejalan adalah salah satu bentuk keresahan dan tidak kesetujuan kita terhadap suatu kebijakan. Mengkritik pemerintah adalah salah satu trik menembak dengan potensial karena dengan itu bisa berubahnya suatu tatanan dari atas hingga ke akar-akarnya. Muncul pertanyaan lagi Lebih baik kita berbuat hal-hal yang kreatif daripada mengkritisi? Berbuat hal-hal yang kreatif boleh bahkan sangat dianjurkan karena itu sebagian cara untuk membangun bangsa ini tapi harus dilandasi sifat yang kritis, kenapa? jika Kreatif tanpa di dukung oleh kebijakan Pemeritah yang pro sama saja dengan bohong. Kan kita berdiri sendiri? Memang benar secara prinsip bisa berdiri sendiri tapi dalam konsep kewarganegaraan kita tidak bisa berdiri sendiri secara struktural, kenapa? Kebijakan Pemerintah itu adalah diatas segalanya misalnya saja jika kita punya Perusahaan tetapi secara Ekonomi Pemerintah yang memegang kendali, jadi menurunnya pertumbuhan ekonomi atau meningkatnya pasti akan berdampak dengan perusahaan tadi.
Kembali ke konsep awal, Turun ke jalan adalah bentuk kontrol Pemuda terhadap Pemerintah. Karena Bangsa Indonesia sendiri lahir oleh perjuangan kaum-kaum muda. Pemuda punya 4 peran yang harus di aplikasikan untuk kemajuan bangsa ini yaitu agent of change, social control, iron stock, dan moral force. Sudah banyak aksi, kok nggak ada yang berubah? Perubahan itu butuh proses dan nggak boleh nyerah jika aksi kita ditolak bahkan dianggap anarkis. Sedikit berbicara Sejarah  pada tahun 1941  Soekarno pernah di penjara di suka miskin, Bung Hatta diasingkan Ke Belanda dan Tan Malaka ke luar negri dan pada saat itu beberapa golongan Rakyat telah pupus harapannya dan menganggap suatu kemerdekaan hanyalah mimpi belaka. Tetapi tidak dengan Soekarno, hatta, dll mereka masih yakin bahwa tidak ada yang tak bisa dicapai jika dengan sungguh-sungguh. Memang benar tepat 4 tahun silam Indonesia Merdeka dari Kolonial. Suatu pergerakan itu tidak berubah sekejap mata tetapi  butuh proses walau kita nantinya tidak menikmatinya tapi anak dan cucu kita dapat menikmati suatu udara yang benar-benar terhindar dari kezaliman.
Jadi jangan pernah diam melihat suatu kezaliman, sejatinya bangsa ini banyak problematika bukan karena banyaknya orang jahat tetapi karena diamnya orang-orang baik. Terlebih disaat menjadi mahasiswa, ambil bagianlah dalam setiap aksi gerakan. Jika menilik sejarah Mahasiswa adalah ujung tombak dari peradaban di Indonesia. Turun kejalan bukanlah perilaku yang anarkis apalagi radikal, yakinlah!. Turun kejalan bukanlah perbuatan yang memalukan, percayalah! Turun kejalan bukanlah sifat orang bodoh yakinlah dan percayalah padaku. Sudah cukup pikiranmu itu dibodohi oleh media, sudah cukup jiwamu itu di nodai perkataan orang-orang yang sangat ego dan hanya sibuk dengan dunianya sendiri. Tolong dengar ucapanku ini, bangun dan bergeraklah bangsa ini butuh pikiranmu, rakyat butuh sumbangsihmu dan pertiwi mendamba hadirmu. Apalagi yang kau ragukan? Ini sudah benar-benar nyata tidak ada kesemuan belaka.
Sekali lagi jangan pernah tanyakan kenapa mereka turun kejalan, tapi tanyakanlah kenapa saya tidak ikut turun? Sebuah keharusan bagi pemuda (Mahasiswa) untuk ambil bagian dalam perbaikan bangsa karena  Perguruan Tinggi didirikan bukan semata-mata untuk kemajuan masa depan Personalia tapi jauh dari itu Perguruan Tinggi didirikan untuk kemajuan bangsa ini seperti mana yang cita-citakan pendahulu. Mahasiswa itu kemewahannya adalah idealisnya, dan hati nuraninya adalah langkah awal untuk bergerak. Mahasiswa itu kewajibannya untuk mengkritisi karena itu adalah esensinya. Sebuah peradaban akan tumbuh jika pemudanya mempunyai sifat kritis dan kreatif. Mau melihat Indonesia madani? Bergerak, berbuat dan berhentilah menghujat.

Selasa, 17 Oktober 2017

Swasembada Pangan



APA KITA TELAH SWASEMBADA PANGAN?

Berbicara pangan berarti berbicara hidup dan mati (Soekarno:1952). Pangan adalah kebutuhan pokok manusia untuk bertahan hidup. Jika melihat fakta dilapangan apakah kita telah mandiri dengan pangan seperti yang telah dicita-citakan oleh bangsa ini? Dalam UU No.18 Tahun 2012 ada beberapa pengertian yang mesti kita ketahui: Pasal 1 ayat 2 kedaulatan pangan adalah hak negara dan bangsa yang secara mandiri menentukan kebijakan pangan yang menjamin hak atas pangan bagi rakyat dan yang memberikan hak bagi masyarakat untuk menentukan sistem pangan yang sesuai dengan potensi sumber daya lokal. Ayat 4 kemandirian pangan adalah kemampuan negara dan bangsa dalam memproduksi pangan yang beraneka ragam dari dalam negeri yang dapat menjamin pemenuhan kebutuhan pangan yang cukup sampai ditingkat perseorangan dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam, manusia, sosial, ekonomi, kearifan lokal secara bermartabat. Apakah kita telah swasembada pangan, seperti halnya Revolusi Hijau 40 Tahun silam? Pemerintahan saat ini telah merencanakan untuk perbaikan pangan. Lihat saja Nawa Cita point ke 6, dilain sisi Rezim ini benar-benar benderang dalam masalah pangan. Lihat saja targetnya bahwasanya pemerintah mencanangkan swasembada pangan yang ditargetkan tercapai tahun 2017 (jagung, padi, kedelai) dan 2018-2019 (Menuju swasembada gula dan garam). Ini benar-benar jauh dari realita yang ada. Apakah pernyataan ini hanya sekedar penenang untuk masyarakat? Kenapa tidak, akhir-akhir ini kita dikejutkan dengan adanya impor garam dari Australia sebanyak 75 Ribu ton yang mana berita ini sangat menyayat hati. Bukankah negeri ini mempunyai garis pantai terpanjang nomor 2 di dunia? Tidak sampai disitu, lagi-lagi pemerintah menjalankan politik ekonomi yg bertentangan dengan hukum dan kedaulatan rakyat. Coba kita amati masuknya gula rafinasi dalam pasar ekonomi yang mana ini sangat-sangat menyayat hati petani tebu ditambah lagi PPN yang sangat lumayan tinggi. Bagaimana petani kita produktif sementara produknya tidak diapresiasi bahkan tidak diperjualbelikan secara utuh? Lagi-lagi impor. Rata-rata petani indonesia memanfaatkan hasil panennya untuk memenuhi kebutuhannya sendiri padahal jika dikembangkan dengan bersama-sama mereka buka hanya mendapatkan apa yang mereka tanam tapi juga mendapatkan apa yang mereka jual.
Pangan kita masih darurat jika kita diamati Data Pemberitahuan Impor Barang (PIB) Ditjen Bea Cukai menunjukkan impor beras pada 2016 sekitar 1,3 juta ton, dan sepanjang Januari hingga Mei 2017, Indonesia masih mengimpor beras 94 ribu ton.

Terhitung sejak 2016 lalu, impor beras medium sudah dihentikan. Beras medium adalah beras yang dimakan oleh masyarakat sehari-hari. Ada pula jenis beras khusus yang tidak bisa diproduksi petani dalam negeri—beras yang digunakan dalam nasi biryani di restoran-restoran India, misalnya. Untuk jenis beras khusus ini, Indonesia tentu tidak bisa berhenti mengimpor.

Meski impor sejumlah komoditas berhasil ditekan, tetapi ada juga impor komoditas lain yang masih tinggi. Salah satunya adalah gandum. Menurut data BPS, impor gandum pada periode Januari-November 2016 tercatat sebesar 9,79 juta ton. Angka ini naik signifikan dari 6,77 juta ton tahun sebelumnya. Beberapa bahan pangan pun belum bisa ditingkatkan produksinya untuk menekan impor. Kedelai dan kacang tanah adalah dua di antaranya. Sebagai negara pembuat tempe, Indonesia membutuhkan sekitar 2 juta ton kedelai setiap tahun. Sayangnya, produksi dalam negeri menurut BPS masih kurang dari satu juta ton. Tahun 2014, total produksi kedelai di Indonesia hanya 954.997 ton. Setahun kemudian, angkanya naik, tetapi tak signifikan, hanya 963.183 ton. Tahun 2016, produksi malah turun ke angka 890.000 ton. Tahun ini diprediksi turun lagi menjadi hanya 750.000 ton.
Swasembada kedelai telah dicanangkan sejak 2014, tetapi sampai 2017 ini masih jauh panggang dari api. Setiap tahun, Indonesia lebih banyak mengimpor kedelai dari yang bisa diproduksi. Ini ironi lain di negara produsen tempe. Tahun lalu, misalnya, impor kedelai mencapai 2,3 juta ton. Sampai akhir tahun ini, angka impor kedelai diperkirakan naik menjadi 2,53 juta ton. Produksi kacang tanah lebih menyedihkan dibanding kedelai. Kalau produksi kedelai sempat naik tipis pada 2015, produksi kacang tanah malah menurun. Tahun 2013, produksi kacang tanah Indonesia bisa menyentuh angka 701.680 ton. Tahun 2014, pada masa awal pemerintahan Jokowi-JK, angkanya turun menjadi 638.896 ton. Tahun 2015, total produksi turun lagi menjadi 605.449 ton. Padahal kebutuhan kacang tanah menurut Kementerian Pertanian sekitar 700 ribu ton pada 2016. Alhasil, Indonesia masih harus mengimpor kacang tanah. Sepanjang 2014, volume impor kacang tanah tercatat sebesar 253.236 ton. Tahun 2015, meski produksi menurun, tetapi volume impor juga turun tipis menjadi hanya 194.430 ton.
Dilain sisi jika kita berbicara swasembada pangan dan kedaulatan bukan hanya sekedar produsen dan konsumen tapi jauh dari itu harus adanya pelayanan public yang optimal seperti adanya ketersediaan, keterjangkuan dan stabilitas. Ketersediaan disini adalah penyediaan yang bersumber dari produksi petani dalam negeri, Dalam konteks produksi keberpihakan kepada petani menjadi indikator penting kualitas pelayanan publik oleh pemerintah. Indikator tercermin bukan saja dari nilai tukar petani, jauh lebih penting adalah kebijakan sisi produksi yang memberdayakan petani. Bantuan alat dan mesin pertanian (alsintan) misalnya hanya akan menjadi inventaris tak berguna jika tidak dibarengi dengan proses pendampingan dalam pemanfaatannya. Sumber lain yaitu pembelian dari luar negeri. Sumber ini pada dasarnya merupakan alternatif terakhir yang bersifat kontingensi/darurat.Penyediaan melalui sumber alternatif ini juga menjadi refleksi rasionalitas pemerintah dalam memprioritaskan kepentingan publik yang lebih besar. Persoalan kemudian dalam penyediaan pangan adalah harga yang terbentuk di pasar. Dalam beberapa tahun terakhir terjadi anomali. Harga beras terus naik, sementara data produksi yang dikeluarkan pemerintah juga disebutkan terus bertambah.
Sementara itu Keterjangkuan dalam pangan  mencakup setidaknya dua hal: keterjangkauan secara fisik dan keterjangkauan secara ekonomi. Keduanya harus dipastikan dapat diakses dengan baik oleh publik. Keterjangkauan secara fisik mengharuskan produk pangan dengan mudah diperoleh masyarakat di sekitar tempat tinggal atau beraktivitas. Di sinilah peran logistik bekerja. Bagi daerahdaerah dengan infrastruktur yang baik tidak sulit mendatangkan pihak swasta untuk berinvestasi dan membantu pemerintah menyediakan layanan pangan di daerah tersebut. Tetapi, di wilayah yang minim infrastruktur seperti daerah perbatasan dan marjinal, sedikit sekali insentif bagi swasta untuk masuk. Mau tidak mau pemerintah harus hadir, langsung maupun melalui lembaga mandatori. Keterjangkauan secara ekonomi sangat erat kaitannya dengan daya beli masyarakat. Keduanya mengharuskan keterlibatan pemerintah baik sebagai penyedia layanan maupun sistem pendukungnya. Rencana penghapusan program raskin dengan pola voucher merupakan tantangan bagi pemerintah untuk mewujudkan dua aspek keterjangkauan tersebut dengan lebih baik.
Sementara stabilitas merupakan jaminan kepastian dari pemerintah kepada masyarakat, khususnya atas harga yang stabil atau terjaga pada tingkat yang wajar. Jaminan kepastian ini menjadi prasyarat tingkat kepercayaan masyarakat kepada pemerintah. Maka itu, bagaimana pemerintah berstrategi secara cerdas dalam menjaga stabilitas ini menjadi penting. Jika harga komoditas pangan terus mengalami fluktuasi tanpa ada kendali, pemerintah harus bersiap menerima pengadilan masyarakat. Dalam realisasinya pelayanan public dibidang pangan khususnya beras seringkali menjadi bias karena faktor politik. Komitmen untuk mencapai swasembada membuat pemerintah menutup mata terhadap realitas produksi di lapangan. Lebih naif lagi ketika ukuran itu diindikasikan melalui kinerja pengadaan gabah/ beras oleh Perum Bulog. Dalam konteks ini ukuran swasembada menjadi tereduksi secara sempit.
Jika melihat nota keuangan tentang pangan pemerintah tidak tanggung-tanggung menggelontorkan dana Berdasarkan data dari Ombudsman Republik Indonesia dan Nota Keuangan 2015, pada tahun 2015, Kementerian Pertanian menggelontorkan duit Rp 429 miliar untuk membuka lahan sawah seluas 30 ribu hektare. Namun, yang tercetak hanya 20 ribu hektare. Kemudian pada tahun 2016, kementerian yang dipimpin Amran kembali mengeluarkan anggaran Rp 3,5 triliun untuk mencetak 130 ribu hektare tapi lagi-lagi tidak tercapai target