Total Tayangan Halaman

Senin, 13 Juli 2020

Kita Akan BerJaya!


Kita Akan BerJaya!
Panji Anugerah

Dalam lini masa sejarah, wabah ataupun pandemi seringkali berperan dalam merubah wajah peradaban. Pada masa Dinasti Umayyah misalnya, 5 kali wabah mematikan menyerang Dinasti yang berpusat di Damaskus itu. Kesehatan, Sosial dan ekonomi hancur.

Terkhusus pada tahun 750 M wabah mematikan itu membinasakan petinggi-petinggi Umayyah. Konon kabarnya Berhasilnya Abbasiyah melakukan Revolusi dan membentuk peradaban baru salah satu faktornya ialah wabah.

Pun juga pada abad ke 14, masa ini terkenal dengan wabah Black Death. Hampir 2/3 penduduk Eropa binasa, akhir wabah ini ditandai dengan kebangkitan Eropa Barat sekaligus merubah sistem Feodalisme Menuju Imperialisme.
Atau Pandemi Demam Kuning yang dirasakan penduduk Amerika Utara pada abad 18, yang memaksa Napoleon Bonaparte dan Pasukannya angkat kaki, peristiwa ini sekaligus menghapus kekuasan perancis dan perbudakan bangsa Haiti.

Dalam Hukum Kausalitas setiap sebab melahirkan peristiwa, dan peristiwa akan menjadi sebab untuk cerita selanjutnya. Perspektif Takdir juga begitu setiap kejadian pasti ada hikmah yang berserak-serak di dalamnya.

Ditengah krisis Kesehatan dan Ekonomi yang melanda , marilah kita berprasangka baik bahwa terjadinya keterpurukan hari ini adalah sebab untuk kejayaan di hari esok.
Semoga pandemi ini menjadi cikal bakal berubahnya wajah peradaban menuju tatanan kehidupan yang berkeadilan. Yang didalamnya tidak ditemukan lagi kemiskinan, kriminalitas, semuanya hidup sejahtera dan guyub rukun.

Istana Negara diduduki para pejabat yang Berkarakter, Generasi muda semuanya berakhlak, Pasar Dipenuhi pedagang jujur, tempat-tempat peribadatan penuh sesak, dijalanan tidak ada lagi tawuran, semuanya satu demi cinta yang satu.

Pendidikan kita sebagai kiblat dunia, Ekonomi kita sebagai penggerak, Politik sebagai panutan bahkan kebudayaan kita sebagai percontohan.
Terbayangkan? Bagaimana Indahnya bila peristiwa itu terjadi di negri kita dan sebagai aktornya adalah engkau yang sedang baca tulisan ini, InsyaAllah


Zalim atau Lazim


Zalim atau Lazim
Pada suatu masa hiduplah seorang Raja yang sangat adil. Ia mengelola pemerintahan dengan cukup baik. Sederhana, jujur, ramah adalah kepribadian yang melekat padanya.
Pemerintahannya sangat fenomenal, seantero bumi mengenalnya. Capaiannya bukan hanya sekadar prestasi yang bisa dimanipulasi, melainkan sudah sampai di titik puncak, yaitu, terciptanya tatanan kehidupan yang berkeadilan dan makmur.

Rakyatnya berdaulat secara politik dan hukum. Berdikari pula secara ekonomi, toleransi apalagi jangan ditanya, sungguh menakjubkan.
Masyarakatnya hidup dengan tentram dan sederhana, persis seperti sang Raja.

Suatu waktu, bertanyalah Presiden dari negara tetangga yang berhasil itu. "Bagaimana strategi yang kamu lakukan agar bisa mewujudkan negara seperti ini tuan Raja?", Ia menjawab, "Memelihara sifat husnudzon, baik sangka." Presiden itu bertanya lagi, "Hanya itu saja?", "Iya," jawabnya.

Ya, negara itu memelihara sifat husnudzon, baik sangka yang sangat-sangat tinggi.
Sehingga rakyat yang dianggap miskin bagi negara lain, bagi pemerintahan ini bukan. Masyarakatnya dianggap bersifat zuhud, sudah tidak memikirkan dunia.
Adapun pejabat yang korupsi, dianggap meminjam uang. Yang berencana melakukan aniaya disebut ketidaksengajaan. Seperti aparat itu yang tak sengaja membawa air keras lalu tertumpah di wajah seorang hamba yang baru selesai salat subuh itu, sangatlah lazim.
Kuat dugaan air kerasnya juga disenggol, bukan tertumpah.

Sudah lazim bagi masyarakatnya menerima dan menyaksikan seperti itu. Sudah terbiasa.
Masyarakatnya juga sudah lupa perbedaan zalim dan lazim.
Mereka menganggap zalim itu adalah hal yang tak biasa terjadi. Seperti hukum ditegakkan dengan adil, uang negara dikelola dengan transparan, harga listrik murah, harga pangan terjangkau.

Ternyata itulah defenisi zalim, zalim bagi orang-orang yang berada di Istana.