Total Tayangan Halaman

Minggu, 02 April 2017

Negara Carut Marut?



 Negara Carut Marut? Dari Istana Asalnya?
Penulis (Panji Anugerah)
e-mail: Panjianugerahp@gmail.com

            Dengan mudahnya mereka menjual aset bangsa demi kepentingan personalia dan politik yang mereka anggap Tuhan. Sebuah fenomena yang jarang kita perlihatkan mereka saling lempar melempar demi bola kekuasaan hal yang sangat bodoh mereka tunjukkan kepada kita kaum awam ini. Mereka tidak malu lagi memperlihatkan secara transparansi tabiat perangai dan misi kotor itu. Segudang masalah mencuat kepermukaan yang berakhir tanpa solusi yang jelas dan tidak humanis. Seluruh rakyat kebingungan ditepi jalan yang memikirkan takdir hidup dan rindunya akan keadilan dan kemerdekaan yang hakikatnya adalah hak segala bangsa. Seluruh Mahasiswa berdiskusi di sudut-sudut kampus membicarakan solusi dan jalan terang untuk semua.
            Beginilah jika kekuasaan dijadikan alat penindas atau media eksploitasi kepada rakyat, carut marut di istana  tidak bisa di hindarkan lagi. Sebuah sistem dibentuk oleh regulator, rakyat semakin disudutkan, dipinggirkan oleh para kaum elitis dan hukum pun tergadai. Melihat situasi yang seperti ini segerombolan manusia yang cinta akan tanah air bersuara, memekik dengan penuh moral  di depan istana menuntut keadilan harus ditegakkan di bumi pertiwi ini satu harian penuh mereka melakukan aksi damai tanpa memikirkan hujan, panas, tapi nyatanya tidak membuahkan hasil, mereka pulang dengan tangan hampa, sedu sedan menyelimuti wajah mereka yang tampak malu akibat korban omong kosong penguasa pada saat pilkada lalu. Perjuangan belum berakhir mereka melakukan konsolidasi untuk memasifkan pergerakan yang tujuannya agar aspirasi diterima. Mendengar akan ada aksi lanjutan pihak istana mencari alternative supaya pergerakan itu gagal dan tidak sesuai rencana. Media dipermainkan sebagai propaganda politik berita hoax beredar dimana-mana orang yang konsolidasi, diskusi dinyatakan makar, sementara si penista masih berkeliaran dengan mobil dinasnya.  
               Rezim ini seolah-olah serampangan dalam mengelola negri ini, alergi kritik, dan miskin ilmu metaforik. Coba kita amati realita yang terjadi akhir-akhir ini Seperti Represifitas Aparat dan upaya pembungkaman gerakan yang menolak dengan keras diaktifan kembali si penista menjadi gubernur ini salah satu bentuk kepanikan rezim yang otoriter yang terindikasi adanya intervensi politik dalam penegakan hukum. Belum lagi masalah kendeng yang hingga memakan korban jiwa, komplitlah sudah permasalahan-permasalahan hingga tidak ada solusi yang berujung.
            Belum lagi masalah-masalah klasik yang tidak pernah kunjung terselesaikan seperti pengangguran (3,4 Juta Jiwa) dan  kemiskinan yang telah mencapai angka 73,19 persen sungguh pencapaian yang sangat memprihatinkan.itulah deskripsi permasalahan yang dialami rakyat secara langsung? Bagaimana dengan secara yang tidak langsung? Korupsi? Ya korupsi baru-baru ini rakyat digemparkan oleh kasus e-KTP yang mencapai angka yang sangat fantastis dan hingga kini belum terselesaikan secara terang-terangan, apalagi? Ya investor, investor  yang berhaluan kiri konon kabarnya telah memasuki negri ini, yang jika kita teliti secara seksama akan ada udang dibalik batunya.
Sudahlah, Rakyat memandatkan amanah kepadamu dengan tulus dan suci tapi kau balas dengan datangnya investor rakus nan tak peduli, rakyat memilihmu itu karena mereka percaya dengan kesederhanaan dan kerayaktanmu tapi kau kembalikan dengan keegoisan dan keserakahan partai politikmu, kami disini terombang-ambing dalam perahu yang engkau nahkodai kami takut permasalahan-permasalahan ini semakin terkuak disegala lini yang mengakibatkan konflik horizontal dan vertikal akan beredar kemana-mana.
            Politik dan Agama ingin engkau pisahkan ideologi Negara seperti Pancasila telah engkau kesampingkan demi terlindungnya sahabat karibmu itu. Berhentilah dan kembalilah kepada nawa citamu yang mana sewaktu dulu itu sebagai senjatamu untuk mengelabui rakyat-rakyat ini. Jika tidak bisa kembali, turunlah, mundurlah dengan legowo dan pastikan ini bukan masalah harga diri tetapi ini masalah nasib bangsa, martabat dan bumi pertiwi.