Total Tayangan Halaman

Senin, 28 Desember 2020

Ikuti Saja Allah

 

Ikuti Saja Allah

Oleh: Panji Anugerah

“Bagaimanapun kondisi hidupmu hari ini, hari lalu, hari esok. Bersangka baiklah pada Allah. Semua akan berakhir indah, bila engkau mengikuti skenario-Nya.

Gemerincing ketakutan, riuh rendah menghantam jiwa wanita itu; ia baru saja melahirkan. Derapan nafasnya tidak beraturan, pikirannya liar hilir-mudik ke sana ke mari. Setelah melahirkan jiwanya semakin tidak tenang. Saat mengetahui sang anak adalah laki- laki. Karena pada saat itu penguasa memberlakukan aturan, anak laki-laki yang lahir akan dibunuh.

Terlihat seperti candaan namun itulah aturan yang berlaku. Penguasa itu sangat takut kekuasaannya digoncang atau bahkan sampai direbut.

Kembali ke wanita tadi. Pikirannya menjadi pendek, dadanya menyempit; sudah kehabisan akal agar sang anak terlepas dari pembunuhan.

Dikondisi yang tidak mengenakkan itu, turunlah perintah Tuhannya agar sang anak dihayutkan ke sungai Nil. Perintah itu sungguh menyesakkan dadanya. Sungguh berat memang diposisi itu. Betapa sulit dan peliknya. Apalagi bila membayangkan betapa rumitnya mengandung dan melahirkan.

Namun wanita itu adalah manusia yang beriman. Cahaya ilahiyah yang ada di dalam dirinya mampu memadamkan segala kegelisahan, ketidakikhlasan itu. Dengan segera ia mengikuti perintah Tuhannya. Memasukkan bayi itu ke dalam peti lalu menghanyutkannya ke sungai       Nil.

Selang beberapa waktu, peti yang dihanyutkan itu tiba di areal sungai tempat istri penguasa dan dayang-dayangnya mandi dan mencuci. Diambillah anak tersebut lalu dibawa ke Istana.

Sampai di Istana, dibukalah peti itu. Asiah nama istri penguasa, terkejut, saat melihat isinya seorang bayi yang rupawan. Hatinya langsung terpikat.

Kabar ini diberitahukanlah pada suaminya; Fir'aun penguasa itu. Awalnya ia tidak setuju bahkan sangat khawatir bahwa anak ini menjadi musuhnya dikemudian hari, menjadi penyebab hancurnya kekuasaannya. Firasatnya terus berbisik.

Namun pinta sang istri yang terus menerus mengalir, menghayutkan firasat buruknya itu. Dan berkatalah isteri Fir’aun: (Ia) adalah penyejuk mata hati bagiku dan bagimu. Janganlah kamu membunuhnya. Mudah-mudahan ia bermanfaat kepada kita atau kita ambil ia menjadi anak, sedang mereka tiada menyadari.” (Qs Al-Qashash:9).

Akhirnya bayi itu dijadikan sebagai anak angkat di Istana. Sementara di tempat yang terpisah, ibu kandung bayi itu. Sedang kosong hatinya, gelisah jiwanya. Hingga sampai ke titik kulminasi ketidaksanggupannya. Lidahnya sudah kelu, air matanya tak sanggup lagi keluar hanya bisa jatuh ke dalam. Ia merasakan cobaan yang terlampau dalam. Ia sudah tak kuasa.

Di masa-masa sulit itu. Datanglah karunia Allah yang maha indah yang maha besar. Melampaui imajinasi. Memang keajaiban dan pertolongan Allah itu akan datang, saat manusia sudah sampai di titik usaha tertinggi, di puncak kesabaran, di beningnya keikhlasan.

Di saat manusia tidak bisa lagi berbuat apa-apa, hanya bisa pasrah dan bertawakkal. Baru Allah berikan intervensi untuk menyelesaikan persoalan-persoalan hidup. Di saat terhimpit. Agar manusia sadar dan menyadari bahwa segala persoalan hidup, sepelik apapun, serumit apapun, seberat apapun, semustahil apapun akan selesai bila Dzat yang Maha Besar memberikan pertolongan. Ikuti saja skenario Allah.

Kembali ke cerita tadi. Dapatlah sang ibu itu kabar, bahwa sang anak, berada dalam kondisi lingkungan yang sangat mengenakkan. Menjadi anak angkat di Istana. Tidur di kasur yang empuk, dilayani seperti raja, dikasihi dan disayangi.

Bukan main riangnya sang ibu, saat mengetahui kabar itu. Perasaannya berubah tiga ratus enam puluh derajat. Menjadi sangat bahagia-bahagia sekali. Tak sampai disitu. Berkat kesabaran dan tawakkalnya, Allah memberikan karunia dari arah yang tidak disangka-sangka. Dimana melalui skenario indah-Nya, Allah berikan jalan agar sang bayi tidak mau menyusu kepada wanita-wanita manapun, kecuali dirinya.

Akhirnya bayi itu kembali kepelukannya. Untuk Disusuinya, dirawatnya, dididiknya. Bukan hanya sekadar menyusui namun juga diupah dan digaji saat merawat Anak itu. Dimana didapati kisah mulia seperti ini lagi? Digaji untuk membesarkan anak kandung sendiri.

***

 

            Seringkali Allah mendramatisasi jalan hidup seseorang. Untuk mengujinya, untuk membedakannya. Maka krisis dalam hidup itu merupakan sebuah takdir, sudah seharusnya krisis itu tidak disesali apalagi dikutuk. Melainkan kita hanya perlu meyakini bahwa krisis merupakan arena pertarungan yang membedakan antara pejuang dan pecundang.

               Ikuti saja Allah. Skenarionya pasti akan happy ending. Mungkin saat ini kita memiliki permasalahan hidup yang begitu pelik. Bisa jadi kehilangan sesuatu yang dicintai, bisa pula sedang jatuh di titik terendah. Yakinlah pada Allah, Yakinlah pada Rahmat-Nya. Tidak akan pernah Allah membiarkan kita sendirian, bila kita setia dalam lintasan syariatnya.

Maka saat berdoa, saat menengadahkan tangan, jangan pernah minta agar cobaan hidup itu diangkat. Namun mintalah agar jiwa dan fisik kita dikuatkan untuk menghadapinya. Karena hidup yang mulia adalah hidup yang penuh rintangan.