Ikuti Saja Allah
Oleh: Panji Anugerah
“Bagaimanapun
kondisi hidupmu hari ini, hari lalu, hari esok. Bersangka baiklah pada Allah.
Semua akan berakhir indah, bila engkau mengikuti skenario-Nya.
Gemerincing
ketakutan, riuh rendah menghantam jiwa wanita itu; ia baru saja melahirkan.
Derapan nafasnya tidak beraturan, pikirannya liar hilir-mudik ke sana ke mari.
Setelah melahirkan jiwanya semakin tidak tenang. Saat mengetahui sang anak
adalah laki- laki. Karena pada saat itu penguasa memberlakukan aturan, anak
laki-laki yang lahir akan dibunuh.
Terlihat
seperti candaan namun itulah aturan yang berlaku. Penguasa itu sangat takut
kekuasaannya digoncang atau bahkan sampai direbut.
Kembali
ke wanita tadi. Pikirannya menjadi pendek, dadanya menyempit; sudah kehabisan
akal agar sang anak terlepas dari pembunuhan.
Dikondisi
yang tidak mengenakkan itu, turunlah perintah Tuhannya agar sang anak
dihayutkan ke sungai Nil. Perintah itu sungguh menyesakkan dadanya. Sungguh
berat memang diposisi itu. Betapa sulit dan peliknya. Apalagi bila membayangkan
betapa rumitnya mengandung dan melahirkan.
Namun
wanita itu adalah manusia yang beriman. Cahaya ilahiyah yang ada di dalam
dirinya mampu memadamkan segala kegelisahan, ketidakikhlasan itu. Dengan segera
ia mengikuti perintah Tuhannya. Memasukkan bayi itu ke dalam peti lalu menghanyutkannya
ke sungai Nil.
Selang
beberapa waktu, peti yang dihanyutkan itu tiba di areal sungai tempat istri
penguasa dan dayang-dayangnya mandi dan mencuci. Diambillah anak tersebut lalu
dibawa ke Istana.
Sampai
di Istana, dibukalah peti itu. Asiah nama istri penguasa, terkejut, saat melihat
isinya seorang bayi yang rupawan. Hatinya langsung terpikat.
Kabar
ini diberitahukanlah pada suaminya; Fir'aun penguasa itu. Awalnya ia tidak
setuju bahkan sangat khawatir bahwa anak ini menjadi musuhnya dikemudian hari,
menjadi penyebab hancurnya kekuasaannya. Firasatnya terus berbisik.
Namun
pinta sang istri yang terus menerus mengalir, menghayutkan firasat buruknya itu.
Dan berkatalah isteri Fir’aun: (Ia)
adalah penyejuk mata hati bagiku dan bagimu. Janganlah kamu membunuhnya.
Mudah-mudahan ia bermanfaat kepada kita atau kita ambil ia menjadi anak, sedang
mereka tiada menyadari.” (Qs Al-Qashash:9).
Akhirnya
bayi itu dijadikan sebagai anak angkat di Istana. Sementara di tempat yang terpisah,
ibu kandung bayi itu. Sedang kosong hatinya, gelisah jiwanya. Hingga sampai ke titik
kulminasi ketidaksanggupannya. Lidahnya sudah kelu, air matanya tak sanggup
lagi keluar hanya bisa jatuh ke dalam. Ia merasakan cobaan yang terlampau dalam.
Ia sudah tak kuasa.
Di
masa-masa sulit itu. Datanglah karunia Allah yang maha indah yang maha besar.
Melampaui imajinasi. Memang keajaiban dan pertolongan Allah itu akan datang,
saat manusia sudah sampai di titik usaha tertinggi, di puncak kesabaran, di
beningnya keikhlasan.
Di
saat manusia tidak bisa lagi berbuat apa-apa, hanya bisa pasrah dan
bertawakkal. Baru Allah berikan intervensi untuk menyelesaikan
persoalan-persoalan hidup. Di saat terhimpit. Agar manusia sadar dan menyadari
bahwa segala persoalan hidup, sepelik apapun, serumit apapun, seberat apapun,
semustahil apapun akan selesai bila Dzat yang Maha Besar memberikan pertolongan.
Ikuti saja skenario Allah.
Kembali
ke cerita tadi. Dapatlah sang ibu itu kabar, bahwa sang anak, berada dalam kondisi
lingkungan yang sangat mengenakkan. Menjadi anak angkat di Istana. Tidur di
kasur yang empuk, dilayani seperti raja, dikasihi dan disayangi.
Bukan
main riangnya sang ibu, saat mengetahui kabar itu. Perasaannya berubah tiga
ratus enam puluh derajat. Menjadi sangat bahagia-bahagia sekali. Tak sampai
disitu. Berkat kesabaran dan tawakkalnya, Allah memberikan karunia dari arah
yang tidak disangka-sangka. Dimana melalui skenario indah-Nya, Allah berikan
jalan agar sang bayi tidak mau menyusu kepada wanita-wanita manapun, kecuali
dirinya.
Akhirnya
bayi itu kembali kepelukannya. Untuk Disusuinya, dirawatnya, dididiknya. Bukan
hanya sekadar menyusui namun juga diupah dan digaji saat merawat Anak itu. Dimana
didapati kisah mulia seperti ini lagi? Digaji untuk membesarkan anak kandung
sendiri.
***
Seringkali Allah mendramatisasi
jalan hidup seseorang. Untuk mengujinya, untuk membedakannya. Maka krisis dalam
hidup itu merupakan sebuah takdir, sudah seharusnya krisis itu tidak disesali
apalagi dikutuk. Melainkan kita hanya perlu meyakini bahwa krisis merupakan arena
pertarungan yang membedakan antara pejuang dan pecundang.
Ikuti
saja Allah. Skenarionya pasti akan happy
ending. Mungkin saat ini kita memiliki permasalahan hidup yang begitu
pelik. Bisa jadi kehilangan sesuatu yang dicintai, bisa pula sedang jatuh di
titik terendah. Yakinlah pada Allah, Yakinlah pada Rahmat-Nya. Tidak akan
pernah Allah membiarkan kita sendirian, bila kita setia dalam lintasan
syariatnya.
Maka
saat berdoa, saat menengadahkan tangan, jangan pernah minta agar cobaan hidup
itu diangkat. Namun mintalah agar jiwa dan fisik kita dikuatkan untuk
menghadapinya. Karena hidup yang mulia adalah hidup yang penuh rintangan.