Total Tayangan Halaman

Kamis, 30 Agustus 2018

Opini Kebangsaan


Kita Bukan Bangsa Yang Terluka

            Ada sebuah luka yang semakin menganga yang dialami bangsa ini, luka itu terus semakin meluber keseluruh tubuh dan mungkin telah masuk stadium 4, parah? Bisa jadi, jika tidak segera diobati pembuluh darahnya akan pecah. Bangsa ini mengalami penyakit komplikasi yang diakibatkan oleh tubuhnya sendiri. Ketidakpercayaan sesama anak bangsa meluas kemana-mana, saling menganggap diri paling benar dan sangat mudah menyalahkan orang lain.
            Penyakit ini berdampak dengan turunnya kualitas semangat hidup. Siapa aktor dibalik penyakit ini? Tak usah jawab, cukup getarkan hatimu jangan sampai pertanyaan ini menambah luka bangsa. Akhir-akhir ini rakyat mengalami situasi yang tak bisa dielakkan konflik antar anak bangsa semakin murah dilihat, pertunjukan drama politisi semakin ramai, Bangsaku terluka?
            Ada juga kejadian lucu tersaji di alam demokrasi, ketika banyak mulut tersumbat dan disumbat saat ingin berbicara, kebebasan beragama dihadang, kebenaran seolah-olah hanya milik satu orang. Sampai kapan seperti ini? Dulu tak ada yang merasa paling benar, dulu tak ada yang merasa paling berjuang, dulu tak ada yang saling menyalahkan padahal mereka telah nyata seorang pahlawan. Tapi kenapa kita yang belum ada berbuat malah merasa yang paling berjasa?
            Kini, mental sok berkuasa telah merongrong keseluruh elemen bangsa yang menjadikan bangsa ini darurat disegala lini. Belum lagi kekayaan yang selama ini dibanggakan malah dijadikan senjata perpecahan, yaitu perbedaan. Ya perbedaan. Perbedaan kini bukanlah menjadi hal yang indah bagi bangsa ini. Jikalau ingin berargumen harus melihat tempat dulu kalau tidak, bisa masuk penjara.
            Kini, banyaknya perbedaan malah menjatuhkan moral bangsa. Kenapa tidak? Sedikit-sedikit berperang untuk benar. Perbuatan yang tidak benar ini semakin candu dikalangan anak bangsa, padahal menyalahkan oranglain itu tidak baik jangankan menyalahkan membenarkan diri sendiri saja tidak boleh. Belum lagi dengan kepercayaan, kita krisis itu. Sesama saudara setanah air kita mudah buruk sangka, kita lebih percaya dengan aseng. Siapa kita ini sebenarnya? Apakah kita satu nusa namun bukan satu bangsa?
            Kepercayaan kita sangatlah lemah, hegemoni streotip terus mengalir disekitar kita. Terkadang aku tak habis pikir, apakah mungkin seseorang yang satu rahim, satu ibu dan satu rumah tidak saling memercayai.
            Merah putih yang dikibarkan itu bukankah pertanda bahwa darah dan tulang kita sama? Bukankah para pendahulu rela bertaruh merah putih raganya untuk persatuan kita? Semakin lama kutuliskan coretan ini semakin buat bingung dan bertanya , aku ini siapa? Kamu ini siapa?
Sudahlah!
            Bangsa ini masih memiliki nafas, masih dapat hidup lama, tak usah cari apa obat untuk mengobati lukanya, cukup kamu perbaiki hubunganmu dengan Tuhan dan rakyat, lukanya akan sembuh dengan sendiri karena kita bukan bangsa yang terluka!
Bangsa ini dipertaruhkan dengan hidup, dijihadkan atas nama agama karena bangsa ini adalah bangsa pemenang, bangsa ini suci dan pastinya bangsa ini adalah titipan yang memiliki fitrah yang harus dijaga.